Senin, 21 Juni 2010

Larangan Duduk, Menembok dan Mencat Kuburan




Meninggikan kuburan lebih dari satu jengkal

Sebagian kaum muslimin meninggikan kubur melebihi dari hal yang dibolehkan agama. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka belum memahami tuntunan agama atau karena ada unsur lain seperti ingin menunjukkan bahwa orang tersebut seorang yang mulia.



“Dari Abu Hayyaaj al-Asady, ia berkata: Berkata kepadaku Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu: Maukah engkau aku utus untuk melakukan sesuatu yang aku juga diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukannya? Jangan engkau tinggalkan sebuah patung melainkan engkau hancurkan. Dan tidak pula kuburan yang ditinggikan kecuali engkau datarkan.” [HR.Muslim]

“Dari Tsumamah bin Syufai, ia berkata: Aku pernah bersama Fudholah bin Ubaid di negeri Romawi ‘Barudis’. Lalu meninggal salah seorang teman kami. Maka Fudholah menyuruh untuk mendatarkan kuburannya. Kemudian ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatarkannya.” [HR.Muslim]

Menembok dan mencat kuburan

Di antara kebiasan buruk yang bisa membawa kepada sikap pengkultusan kuburan adalah menembok dan mencat kuburan bahkan dilapisi Marmer. Di samping hal tersebut diharamkan dalam agama, termasuk pula membuang harta kepada sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dan yang lebih ditakutkan adalah akan terfitnahnya orang awam dengan kuburan tersebut. Sehingga mereka menganggap kuburan tersebut memiliki berkah dan sakti.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dengan tegas menembok dan mencat kuburan dalam sabda beliau (yang artinya):

“Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mencat kubur, duduk diatasnya dan membangun di atasnnya.” [HR.Muslim]

Yang dimaksud dengan membangun dalam hadits tersebut adalah umum, sekalipun hanya berbentuk tembok saja. Apalagi membuatkan rumah untuk kuburan dengan biaya banyak sebagaimana telah dilakukan sebagian orang-orang yang jahil.

Berkata Imam asy-Syafi’i rahimahullah: “Aku melihat para ulama di Makkah menyuruh menghancurkan apa yang dibangun tersebut.” Al-Manawy berkata: “Kebanyakan ulama Syafi’iyyah berfatwa tentang wajibnya menghancurkan segala bangunan di Qorofah (tanah pekuburan) sekali pun kubah Imam kita sendiri Syafi’i yang dibangun oleh sebagian penguasa.



Membangun rumah untuk kuburan

Sebagian orang ada pula yang mambangunkan rumah untuk kuburan. Bahkan kadang kala biayanya cukup besar. Ini adalah salah satu bentuk penyia-nyiaan dalam penggunaan harta. Mungkin orang yang melakukan hal tersebut berasumsi bahwa si mayat mendapat naungan dan nyaman dalam kuburnya. Sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan kenyamanan dalam kubur kecuali amalan sendiri, walau seindah apa pun kuburan seseorang tersebut.

“Ibnu Umar melihat sebuah tenda di atas kubur Abdurrahman. Maka ia berkata: “Bukalah tenda tersebut wahai Ghulam (anak muda), maka sesungguhnya yang melindunginya hanyalah amalannya.”


Duduk dan makan di kuburan

Bentuk lain yang merupakan jalan membawa kepada pengkultusan kuburan adalah kebiasaan sebagian orang mendatangi kuburan pada momen-momen tertentu. Seperti mau masuk bulan suci Ramadhan, Lebaran atau masa setelah panen. Mereka berbondong-bondong ke kuburan dengan membawa tikar dan makanan. Lalu sesampai di kuburan membentangkan tikar dan duduk bersama-sama. Dilanjutkan dengan rangkaian acara tahlilan dan do’a setelah itu ditutup acara makan bersama. Jika hal tersebut kita timbang dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka sungguh sangat bertolak belakang sama sekali. Jangankan untuk tahlilan dan makan bersama, duduk saja tidak diperbolehkan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini (yang artinya):

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: "Sungguh salah seorang kalian duduk di atas bara api lalu membakar baju sehingga tembus ke kulitnya lebih baik daripada ia duduk di atas kuburan.” [HR.Muslim]

Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari [seorang ulama besar dari Banjarmasin, yang bermazhab Syafi'i] dalam kitabnya Sabilal Muhtadin, beliau mengatakan : "Makruh memutihkan kuburan dengan kafur. Haram membikin sesuatu bangunan di atas kuburan seperti kubah atau bangunan seperti rumah atau pagar di atas kuburan . [Sabilal Muhtadin, Bab Jenazah hal. 736-737]



Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Umm, berkata : "Saya menyukai bahwa tidak ditambahkan pada kuburan tanah yang lain. Dan tiada mengapa bahwa ada pada kuburan itu tanah yang lain, apabila ditambahkan padanya tanah yang lain, maka ia tinggi sekali. Saya menyukai bahwa ditinggikan kuburan atas permukaan bumi sejengkal atau kira-kira sejengkal. Saya menyukai bahwa tidak dibangun kuburan dan tidak dikapurkan. Karena yang demikian itu menyerupai hiasan dan kebanggaan. Dan tidaklah kematian itu tempat salah satu dari keduanya. Saya tidak melihat kuburan orang-orang Muhajirin dan Anshar itu dikapurkan." [Kitab Al Umm, bab "Apa Yang Akan Ada Sesudah Dikuburkan", hal. 216]



-----------------------------------
Wallahu a'lam

Anwar Baru Belajar