-----------------------------------------------------------------------------------------------
Bismillahirrahmanirrahim
أَخْبَرَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ مُوسَى بْنِ عُمَيْرٍ الْعَنْبَرِيِّ وَقَيْسِ بْنِ سُلَيْمٍ الْعَنْبَرِيِّ قَالَا حَدَّثَنَا عَلْقَمَةُ بْنُ وَائِلٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ
"Aku melihat rasulullah apabila berdiri di dalam sholat menggenggam tangan kanannya pada tangan kirinya"(HR. An-Nasa'i, Kitab "al Iftitaah", bab "Wadh'ul Yumnaa 'Alasy Syimaal fish Shalaah no. 877. dan sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih Sunanin Nasai (I/193)
حَدَثنََاعَبْدُ الله بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِى حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ :
كَانَ النَّاسُ يُؤْ مَرُوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ اليَدَ اليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اليُسْرَى فِى الصَّلاَةِ
كَانَ النَّاسُ يُؤْ مَرُوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ اليَدَ اليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اليُسْرَى فِى الصَّلاَةِ
"Orang-orang diperintahkan agar seseorang meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya di dalam shalat".( HR. Bukhari, dalam Bab Meletakkan Tangan Kanan di atas Tangan Kiri. Juz I Hal. 180)
Ada 3 kata kunci yang terkandung di dalam hadits di atas;
1. Tangan (bagaimana posisi tangan di dalam sholat?, silahkan di lihat gambar-gambar di atas)
2. Apabila berdiri (di dalam sholat) artinya apabila hanya pada posisi berdiri
3. Di dalam sholat ( pengertiannya tentunya bukan di luar sholat)
Berdiri yang dimaksud dalam hadits di atas (HR. Nasa'i) adalah, berdasarkan keumuman pada arti kondisi berdiri di dalam shalat. Posisi berdiri di dalam shalat ada 3 tempat ;
1. Posisi berdiri setelah takbiratul ihram ( posisi awal ),
2. Posisi berdiri i'tidal setelah ruku' ( kembali ke posisi awal ),
3. Posisi berdiri setelah bangkit dari sujud ( kembali ke posisi awal )
Menggenggam tangan kanannya pada tangan kirinya, maksudnya adalah bersedekap. Meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya (HR. Bukhari), tidak ada tempat lain di dalam shalat kecuali pada posisi berdiri di dalam shalat.
Adapun posisi berdiri dan melepaskan tangan lurus ke bawah sebelum takbiratul ihram adalah posisi dimana ibadah sholat belum dimulai. Sholat baru dimulai ketika sudah melakukan takbiratul ihram. Shalat dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Ketika sudah takbiratul ihram, maka sesuai dengan keterangan hadits adalah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri (bersedekap).
Perhatikan gambar-gambar di atas. Posisi tangan sangat jelas ketika di dalam sholat.
1. Setelah takbiratul ikhram posisi bersedekap.
2. Ketika ruku' posisi tangan di atas lutut.
3. Ketika sujud posisi tangan di atas lantai atau tanah.
4. Ketika duduk posisi tangan di atas paha atau lutut.
Sampai saat ini saya belum menemukan keterangan hadits yang memerintahkan agar meluruskan atau menjuntaikan tangan lurus ke bawah. Saya hanya menemukan keterangan hadits yang memerintahkan agar meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (bersedekap) ketika berdiri di dalam sholat, sebagaimana hadist di atas. Mungkin di antara pembaca sudah ada yang menemukan hadits yang memerintahkan agar menjuntaikan tangan ketika bangkit dari ruku'. Silahkan di share ilmunya.
Untuk sementara ini saya menemukan bahwa mazhab Syafi'iyah yang agak lebih konsen dalam memperhatikan hal ini, sebagaiman termaktub dalam buku-buku fiqh mereka.
Yang afdhal bagi imam atau makmum atau orang yang shalat sendirian adalah meletakkan tangan kanan mereka masing-masing di atas tangan kiri di atas dadanya setelah berdiri dari ruku'. (Ensiklopedi Shalat, Menurut al Qur'an dan Sunnah. Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al Qahthani, Pustaka Imam Asy-Syafi'i. hal. 269 dan 291)
"Kembali bersedekap waktu bangun dari ruku' setelah mengangkat tangan lebih utama daripada melepaskan tangan lurus kebawah lalu baru mulai bersedekap lagi." (Kitab "Fathul Muin" jilid 1 [Mazhab Syafi'i] terjemahan hal. 119)
Ada 3 kata kunci yang terkandung di dalam hadits di atas;
1. Tangan (bagaimana posisi tangan di dalam sholat?, silahkan di lihat gambar-gambar di atas)
2. Apabila berdiri (di dalam sholat) artinya apabila hanya pada posisi berdiri
3. Di dalam sholat ( pengertiannya tentunya bukan di luar sholat)
Berdiri yang dimaksud dalam hadits di atas (HR. Nasa'i) adalah, berdasarkan keumuman pada arti kondisi berdiri di dalam shalat. Posisi berdiri di dalam shalat ada 3 tempat ;
1. Posisi berdiri setelah takbiratul ihram ( posisi awal ),
2. Posisi berdiri i'tidal setelah ruku' ( kembali ke posisi awal ),
3. Posisi berdiri setelah bangkit dari sujud ( kembali ke posisi awal )
Menggenggam tangan kanannya pada tangan kirinya, maksudnya adalah bersedekap. Meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya (HR. Bukhari), tidak ada tempat lain di dalam shalat kecuali pada posisi berdiri di dalam shalat.
Adapun posisi berdiri dan melepaskan tangan lurus ke bawah sebelum takbiratul ihram adalah posisi dimana ibadah sholat belum dimulai. Sholat baru dimulai ketika sudah melakukan takbiratul ihram. Shalat dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Ketika sudah takbiratul ihram, maka sesuai dengan keterangan hadits adalah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri (bersedekap).
Perhatikan gambar-gambar di atas. Posisi tangan sangat jelas ketika di dalam sholat.
1. Setelah takbiratul ikhram posisi bersedekap.
2. Ketika ruku' posisi tangan di atas lutut.
3. Ketika sujud posisi tangan di atas lantai atau tanah.
4. Ketika duduk posisi tangan di atas paha atau lutut.
Sampai saat ini saya belum menemukan keterangan hadits yang memerintahkan agar meluruskan atau menjuntaikan tangan lurus ke bawah. Saya hanya menemukan keterangan hadits yang memerintahkan agar meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (bersedekap) ketika berdiri di dalam sholat, sebagaimana hadist di atas. Mungkin di antara pembaca sudah ada yang menemukan hadits yang memerintahkan agar menjuntaikan tangan ketika bangkit dari ruku'. Silahkan di share ilmunya.
Untuk sementara ini saya menemukan bahwa mazhab Syafi'iyah yang agak lebih konsen dalam memperhatikan hal ini, sebagaiman termaktub dalam buku-buku fiqh mereka.
Yang afdhal bagi imam atau makmum atau orang yang shalat sendirian adalah meletakkan tangan kanan mereka masing-masing di atas tangan kiri di atas dadanya setelah berdiri dari ruku'. (Ensiklopedi Shalat, Menurut al Qur'an dan Sunnah. Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al Qahthani, Pustaka Imam Asy-Syafi'i. hal. 269 dan 291)
"Kembali bersedekap waktu bangun dari ruku' setelah mengangkat tangan lebih utama daripada melepaskan tangan lurus kebawah lalu baru mulai bersedekap lagi." (Kitab "Fathul Muin" jilid 1 [Mazhab Syafi'i] terjemahan hal. 119)
ثم الاعتدال الواجب ان يعود بعد ركوعه الي الهيئة التى كان عليها قبل ا لركوع سواء صلاها قائما او قاعدا
"Kemudian I'tidal yang wajib ialah setelah melakukan ruku' sampai kembali ke posisi sikap sebelum ruku'. (Kitab "Kifayatul Ahyar" [Mazbab Syafi'i] terjemahan hal. 131). Penerbit AL-RIDHA Semarang. Atau silahkan dilihat pada halaman. 241 pada buku Kifayatul Ahkhyar (Kelengkapan Orang Shalih). Bagian Pertama. Penerbit "Bina Iman" Surabaya.
*Posisi sikap sebelum ruku' = tangan bersedekap, bukan meluruskannya atau menjuntaikannya ke bawah
I'tidal tidak hanya dilakukan pada posisi dalam keadaan berdiri setelah ruku'. Ini adalah keterangan beberapa hadits tentang i'tidal pada waktu ruku' dan sujud.
Di dalam Hadits Riwayat Bukhari.
باب لاَ يَفْتَرِشُ ذِرَاعَيْهِ فِى السُّجُودِ
822 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « اعْتَدِلُوا فِى السُّجُودِ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
*) I'tidal di dalam sujud822 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « اعْتَدِلُوا فِى السُّجُودِ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
Di dalam Hadits Riwayat Muslim.
- باب الاِعْتِدَالِ فِى السُّجُودِ وَوَضْعِ الْكَفَّيْنِ عَلَى الأَرْضِ وَرَفْعِ الْمِرْفَقَيْنِ عَنِ الْجَنْبَيْنِ وَرَفْعِ الْبَطْنِ عَنِ الْفَخِذَيْنِ فِى السُّجُودِ. (45)
- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اعْتَدِلُوا فِى السُّجُودِ وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ ».
46 - باب ما يجمع صفة الصلاة وما يفتتح به ويختم به وصفة الركوع والاعتدال منه والسجود والاعتدال منه والتشهد بعد كل ركعتين من الرباعية وصفة الجلوس بين السجدتين وفي التشهد الأول
233 - ( 493 ) حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا وكيع عن شعبة عن قتادة عن أنس قال
: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم اعتدلوا في السجود ولا يبسط أحدكم ذراعيه انبساط الكلب
[ ش ( ولا يبسط انبساط ) قال النووي هذان اللفظان صحيحان وتقديره ولا يبسط ذراعيه فينبسط انبساط الكلب وكذا اللفظ الآخر ولا يتبسط ذراعيه انبساط الكلب ومثله قول الله تعالى والله أنبتكم من الأرض نباتا وقوله فتقبلها ربها بقبول حسن وأنبتها نباتا حسنا ومعنى يتبسط يتخذهما بساطا ]
*) I'tidal di dalam sujud- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اعْتَدِلُوا فِى السُّجُودِ وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ ».
46 - باب ما يجمع صفة الصلاة وما يفتتح به ويختم به وصفة الركوع والاعتدال منه والسجود والاعتدال منه والتشهد بعد كل ركعتين من الرباعية وصفة الجلوس بين السجدتين وفي التشهد الأول
233 - ( 493 ) حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا وكيع عن شعبة عن قتادة عن أنس قال
: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم اعتدلوا في السجود ولا يبسط أحدكم ذراعيه انبساط الكلب
[ ش ( ولا يبسط انبساط ) قال النووي هذان اللفظان صحيحان وتقديره ولا يبسط ذراعيه فينبسط انبساط الكلب وكذا اللفظ الآخر ولا يتبسط ذراعيه انبساط الكلب ومثله قول الله تعالى والله أنبتكم من الأرض نباتا وقوله فتقبلها ربها بقبول حسن وأنبتها نباتا حسنا ومعنى يتبسط يتخذهما بساطا ]
( 471 ) وحدثنا حامد بن عمر البكراوي وأبو كامل فضيل بن حسين الجحدري كلاهما عن أبي عوانة قال حامد حدثنا أبو عوانة عن هلال بن أبي حميد عن عبدالرحمن بن أبي ليلى عن البراء بن عازب قال
: رمقت الصلاة مع محمد صلى الله عليه و سلم فوجدت قيامه فركعته فاعتداله بعد ركوعه فسجدته فجلسته بين السجدتين فسجدته فجلسته ما بين التسليم والانصراف قريبا من السواء
[ ش ( رمقت ) أي أطلت النظر إليها ( قريبا من السواء ) أي من التساوي والتماثل وانتصابه على أنه مفعول ثان لوجدت ومعناه كان أفعال صلاته كلها متقاربة وليس المراد أنه كان يركع بقدر قيامه وكذا السجود والقومة والجلسة بل المراد أن صلاته كانت
معتدلة فكان إذا أطال القراءة أطال بقية الأركان وإذا خففها خفف بقية الأركان ]
: رمقت الصلاة مع محمد صلى الله عليه و سلم فوجدت قيامه فركعته فاعتداله بعد ركوعه فسجدته فجلسته بين السجدتين فسجدته فجلسته ما بين التسليم والانصراف قريبا من السواء
[ ش ( رمقت ) أي أطلت النظر إليها ( قريبا من السواء ) أي من التساوي والتماثل وانتصابه على أنه مفعول ثان لوجدت ومعناه كان أفعال صلاته كلها متقاربة وليس المراد أنه كان يركع بقدر قيامه وكذا السجود والقومة والجلسة بل المراد أن صلاته كانت
معتدلة فكان إذا أطال القراءة أطال بقية الأركان وإذا خففها خفف بقية الأركان ]
Dalam hadits riwayat Tirmidzi No. 1039.
1039- أخبرنا محمد بن بشار قال حدثنا يحيى قال حدثنا عبد الحميد بن جعفر قال حدثني محمد بن عمرو بن عطاء عن أبي حميد الساعدي قال : كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا ركع اعتدل فلم ينصب رأسه ولم يقنعه ووضع يديه على ركبتيه
قال الشيخ الألباني : صحيح
*) I'tidal di dalam ruku'قال الشيخ الألباني : صحيح
Dalam hadits riwayat An- Nasa'i No. 1028.
1028- أخبرنا سويد بن نصر قال أنبأنا عبد الله بن المبارك عن سعيد بن أبي عروبة وحماد بن سلمة عن قتادة عن أنس عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : اعتدلوا في الركوع والسجود ولا يبسط أحدكم ذراعيه كالكلب
قال الشيخ الألباني : صحيح
*) I'tidal di dalam ruku' dan dalam sujudقال الشيخ الألباني : صحيح
--------------------------
KRITIK TERHADAP PENDAPAT SYAIKH NASHIRUDDIN AL - ALBANI MENGENAI BID'AHNYA BERSEDEKAP SETELAH BANGKIT DARI RUKU'
Pernyataan beliau :
1. Adapun sebagian ulama Hijaz dan lain-lain yang menjadikan Hadits ini sebagai alasan bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah hal yang sangat menyimpang.
2. Sungguh ini adalah penetapan hukum yang keliru sebab bersedekap semacam itu sama sekali tidak disebutkan oleh hadits manapun ketika menyebutkan berdiri pertama.
3. Saya tidak ragu lagi menyatakan bahwa bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah perbuatan bid'ah yang sesat.
Tanggapan :
1. Beliau (Albani) keliru, dan menyebutkan bahwa ulama Hijaz bersandar pada hadits:
Beliau memerintahkan agar tuma'ninah ketika I'tidal. Beliau bersabda kepada sahabat yang keliru dalam shalatnya, "Lalu angkatlah kepalamu hingga engkau berdiri tegak lurus [dan masing-masing ruas tulang menempati tempatnya]."
Padahal ulama Hijaz tidak bersandar pada hadits itu, tapi bersandar pada hadits :
2. Beliau menafikan dua hadits di atas, dengan mengatakan : "bersedekap semacam itu sama sekali tidak disebutkan oleh hadits manapun ketika menyebutkan berdiri pertama". Sedangkan kita ketahui dengan jelas bahwa kedua hadits di atas adalah penjelasan adanya perintah bersedekap apabila berdiri di dalam shalat. Sedangkan beliau sendiri (Syaikh Albani) mengatakan: "Bahwa dengan meletakkan tangan kanan pada bagian punggung tangan kiri, pada pergelangan dan lengan kiri dengan sendirinya akan meletakkan kedua tangan anda pada bagian dada atau dekat dengan dada. Jadi kesimpulannya, meletakkan tangan kanan pada tangan kiri sebagai amalan yang sunnah bukan dengan membiarkan kedua tangan menjulur tergantung, juga tempat yang sunnah untuk meletakkan kedua tangan tersebut adalah pada bagian dada bukan pada bagian yang lainnya." (silahkan baca buku beliau pada catatan kaki dalam Bab Meletakkan Kedua Tangan (Bersedekap) di atas dada, dan untuk hadits-hadits tentang bersedekap silahkan melihat lampiran)
3. Saya mengutip penjelasan dari Syaikh bin Baz dalam buku beliau "Tiga Risalah Shalat" hal. 51 Penerbit Al Qolam, beliau mengatakan: Keyakinannya (Syaikh Albani; maksudnya) bahwa "Saya tidak ragu lagi menyatakan bahwa bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah perbuatan bid'ah yang sesat", adalah keliru. Tidak seorangpun di antara para ahli ilmu yang berkeyakinan seperti itu, sejauh yang kami ketahui. Keyakinan itu juga bertentangan dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di muka. Saya bukan meragukan keilmuannya, kelebihannya, keluasan bacaannya, dan perhatiannya terhadap sunnah, semoga Allah menambahkan ilmu dan taufiq kepadanya, tetapi ia telah keliru dalam masalah ini. Kekeliruannya jelas sekali. Sedangkan semua ulama itu bisa diambil atau ditinggalkan pendapatnya. Sebagaimana perkataan Imam Malik bin Anas : "Tidak ada seorangpun di antara kita kecuali bisa menolak dan ditolak, kecuali penghuni kuburan ini (maksudnya adalah Nabi)."Demikian pula perkataan para ulama sebelum dan sesudah beliau. Ini bukan berarti mengurangi penghormatan kepada mereka atau menjatuhkan kedudukan mereka. Sebaliknya, mereka dalam hal ini mendapatkan satu pahala atau dua pahala sebagaimana disebutkan dalam sunnah yang sahih : "Bila ijtihadnya benar; maka ia memperoleh dua pahala. Apabila keliru, maka ia memperoleh satu pahala.
Pernyataan beliau :
1. Adapun sebagian ulama Hijaz dan lain-lain yang menjadikan Hadits ini sebagai alasan bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah hal yang sangat menyimpang.
2. Sungguh ini adalah penetapan hukum yang keliru sebab bersedekap semacam itu sama sekali tidak disebutkan oleh hadits manapun ketika menyebutkan berdiri pertama.
3. Saya tidak ragu lagi menyatakan bahwa bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah perbuatan bid'ah yang sesat.
Tanggapan :
1. Beliau (Albani) keliru, dan menyebutkan bahwa ulama Hijaz bersandar pada hadits:
وكان يأمر بالاطمئنان فيه فقال ل ( المسيء صلاته ) :
( البخاري ومسلم ) ( ثم ارفع رأسك حتى تعتدل قائما [ فيأخذ كل عظم مأخذه ] ( وفي رواية : ( وإذا رفعت فأقم صلبك وارفع رأسك حتى ترجع العظام إلى مفاصلها )
( البخاري ومسلم ) ( ثم ارفع رأسك حتى تعتدل قائما [ فيأخذ كل عظم مأخذه ] ( وفي رواية : ( وإذا رفعت فأقم صلبك وارفع رأسك حتى ترجع العظام إلى مفاصلها )
Beliau memerintahkan agar tuma'ninah ketika I'tidal. Beliau bersabda kepada sahabat yang keliru dalam shalatnya, "Lalu angkatlah kepalamu hingga engkau berdiri tegak lurus [dan masing-masing ruas tulang menempati tempatnya]."
Padahal ulama Hijaz tidak bersandar pada hadits itu, tapi bersandar pada hadits :
1- رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ
قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ
1."Aku melihat rasulullah apabila berdiri di dalam sholat menggenggam tangan kanannya pada tangan kirinya"قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ
كَانَ النَّاسُ يُؤْ مَرُوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ اليَدَ اليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اليُسْرَى فِى الصَّلاَةِ -
2."Orang-orang diperintahkan agar seseorang meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya di dalam shalat".2. Beliau menafikan dua hadits di atas, dengan mengatakan : "bersedekap semacam itu sama sekali tidak disebutkan oleh hadits manapun ketika menyebutkan berdiri pertama". Sedangkan kita ketahui dengan jelas bahwa kedua hadits di atas adalah penjelasan adanya perintah bersedekap apabila berdiri di dalam shalat. Sedangkan beliau sendiri (Syaikh Albani) mengatakan: "Bahwa dengan meletakkan tangan kanan pada bagian punggung tangan kiri, pada pergelangan dan lengan kiri dengan sendirinya akan meletakkan kedua tangan anda pada bagian dada atau dekat dengan dada. Jadi kesimpulannya, meletakkan tangan kanan pada tangan kiri sebagai amalan yang sunnah bukan dengan membiarkan kedua tangan menjulur tergantung, juga tempat yang sunnah untuk meletakkan kedua tangan tersebut adalah pada bagian dada bukan pada bagian yang lainnya." (silahkan baca buku beliau pada catatan kaki dalam Bab Meletakkan Kedua Tangan (Bersedekap) di atas dada, dan untuk hadits-hadits tentang bersedekap silahkan melihat lampiran)
3. Saya mengutip penjelasan dari Syaikh bin Baz dalam buku beliau "Tiga Risalah Shalat" hal. 51 Penerbit Al Qolam, beliau mengatakan: Keyakinannya (Syaikh Albani; maksudnya) bahwa "Saya tidak ragu lagi menyatakan bahwa bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah perbuatan bid'ah yang sesat", adalah keliru. Tidak seorangpun di antara para ahli ilmu yang berkeyakinan seperti itu, sejauh yang kami ketahui. Keyakinan itu juga bertentangan dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di muka. Saya bukan meragukan keilmuannya, kelebihannya, keluasan bacaannya, dan perhatiannya terhadap sunnah, semoga Allah menambahkan ilmu dan taufiq kepadanya, tetapi ia telah keliru dalam masalah ini. Kekeliruannya jelas sekali. Sedangkan semua ulama itu bisa diambil atau ditinggalkan pendapatnya. Sebagaimana perkataan Imam Malik bin Anas : "Tidak ada seorangpun di antara kita kecuali bisa menolak dan ditolak, kecuali penghuni kuburan ini (maksudnya adalah Nabi)."Demikian pula perkataan para ulama sebelum dan sesudah beliau. Ini bukan berarti mengurangi penghormatan kepada mereka atau menjatuhkan kedudukan mereka. Sebaliknya, mereka dalam hal ini mendapatkan satu pahala atau dua pahala sebagaimana disebutkan dalam sunnah yang sahih : "Bila ijtihadnya benar; maka ia memperoleh dua pahala. Apabila keliru, maka ia memperoleh satu pahala.
Wallahu a'lam.
Anwar Baru Belajar