Senin, 21 Juni 2010

Emas Murni, Emas Campuran [Swasa] dan Hukumnya Bagi Laki-laki


KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDATUL ULAMA KE- 4 Di Semarang Pada Tanggal 14 Rabiul Tsani 1348 H/ 19 September 1929 M.

Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya seorang pria memakai swasa (emas campuran) ?



Jawab :
Dalam hal ini ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan boleh dan ada yang mengatakan haram. Sedang Muktamar memilih pendapat yang MENGHARAMKAN.
__________________________

HIMPUNAN PUTUSAN TARJIH MUHAMMADIYAH
Kitab Beberapa Masalah No. 10 Hukum Pria Memakai Emas dan Perak. Halaman 289.

Orang lelaki yang memakai emas hukumnya HARAM, memakai perak hukumnya MUBAH (boleh).
__________________________




------------------------------------------------------------------------------------------------




Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya :

Apakah alasan diharamkannya memakai emas bagi kaum laki-laki, karena kita mengetahui bahwa agama Islam tidak mengharamkan atas seorang muslim kecuali segala sesuatu yang mengandung madharat (bahaya), jadi apakah madharat yang terkandung dalam pemakaian perhiasan emas bagi kaum laki-laki ?

Jawaban
Perlu diketahui oleh penanya dan setiap orang yang mendengar acara ini bahwa alasan hukum dalam menetapkan hukum-hukum syari’at bagi setiap orang mukmin adalah firman Allah dan sabda RasulNya. Hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“ Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka” [Al-Ahzab : 36]

Siapa saja yang bertanya kepada kami tentang pewajiban atau pengharaman sesuatu, niscaya kami akan menunjukkan hukumnya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena itu, berkenaan dengan pertanyaan tersebut di atas, maka dapat kami katakan, “Alasan diharamkannya emas bagi kaum laki-laki yang mukmin adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan alasan tersebut sudah dianggap cukup bagi setiap orang mukmin.

Karena itu, ketika Aisyah Radhiyallahu ‘anha ditanya : ‘Kenapa wanita yang haid diperintahkan mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat? Ia menjawab, Allah telah menentukan kita mengalami hal tersebut, kemudian kita diperintahkan mengqadha puasa dan kita tidak diperintahkan mengqadha shalat (Hadits Riwayat Al- Bukhari, bab Haidh, 221 dan Muslim, bab Haidh, 335).

Karena nash hukum dari Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah RasulNya menjadi alasan diwajibkannya hal tersebut bagi setiap mukmin. Tetapi tidak masalah bagi seseorang untuk mencari hikmah yang terkandung dalam hukum-hukum Allah, karena hal itu dapat menambah ketentraman bathin, menjelaskan ketinggian syari’at Islam karena ketentuan-ketentuan hukumnya sesuai dengan alasannya dan memungkinkan dilakukan qiyas (analogi), jika alasan hukum yang dinashkan itu memiliki kepastian terhadap masalah lain yang belum memiliki ketetapan hukum. Jadi tujuan mengetahui hikmah yang terkandung dalam ketentuan hukum syari’at adalah tiga faidah tersebut.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa'i dengan sanad yang baik (Jayyid), dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib radiayallahu 'anh, bahwa Nabi Sallallahu 'Alaihi wassalam, mengambil sutera, kemudian di letakkan di tangan kanannya dan mengambil emas, kemudian di letakkan di tangan kirinya, lalu beliau bersabda, " Sesungguhnya kedua benda ini (sutera dan emas) diharamkan bagi laki-laki dari umatku."

Emas dan sutera dihalalkan bagi kaum wanita dari kalangan umat kami, dan diharamkan bagi kaum laki-lakinya [An-Nasa-ii, bab Perhiasan 5148, Ahmad 19008-19013]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang kaum laki-laki memakai cincin emas (Al-Bukhari, bab meminta izin 6235, Muslim bab Pakaian 2066).

Al-Bukhari dan Muslim masing-masing dari Al-Bara bin Azib Radhiyallahu anhu, bahwa ketika Nabi Shallallahualaihi wa sallam melihat seorang laki-laki memakai cincin emas di tangannya, maka beliau memintanya supaya mencopot cincinnya, kemudian melemparkannya ke tanah, seraya bersabda:

"Salah seorang dari kalian sengaja mengambil bara api neraka dan meletakkannya di tangannya" [Hadits Riwayat Muslim dalam kitab Shahihnya, bab Pakaian 2090]

Kemudian dapat kami katakan juga berkenan dengan pertanyaan saudara, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan tentang haramnya memakai emas bagi kaum laki-laki, tidak bagi kaum wanita. Alasannya ; karena emas itu termasuk perhiasan yang memiliki nilai tinggi dalam mempercantik dan menghiasi seseorang, sehingga dikatagorikan sebagai hiasan dan perhiasan, sedangkan seorang laki-laki bukanlah peminat hal tersebut, yakni bukan sosok manusia yang menyempurnakan diri atau disempurnakan dengan sesuatu yang di luar dirinya, melainkan sempurna dengan sesuatu yang terdapat di dalam dirinya, karena ia mempunyai sifat kejantanan atau kelaki-lakian ; sehingga ia tidak membutuhkan perhiasan untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

Jadis seorang suami tidak membutuhkan perhiasan untuk menarik perhatian istrinya supaya mencintainya. Berbeda sekali dengan wanita, karena ia memiliki kekurangan ; sehingga ia membutuhkan berbagai perhiasan yang bernilai tinggi, dimana perhiasan itu dibutuhkannya hingga di dalam pergaulan di antara mereka dan di depan suaminya. Karena itu, maka wanita diperbolehkan memakai perhiasan emas, dan tidak bagi laki-laki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam mensifati keberadaan wanita.

“ Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran” [Az-Zukhruf : 18]

Dengan demikian, jelaslah mengenai hikmah syara’ (agama) mengharamkan memakai perhiasan emas bagi kaum laki-laki.

Berkaitan dengan hal itu, maka saya nasehatkan kepada kaum mukminin (laki2-pent) yang memakai perhiasan emas, bahwa mereka telah berbuat maskiat kepada Allah dan RasulNya dan menjadikan dirinya sebagai bagian dari kaum wanita serta mereka telah meletakkan bara api neraka diatas tangannya, kemudian memakainya sebagai perhiasan; sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itulah, hendaklah mereka bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Sedangkan jika mereka memakai perhiasan dari perak dengan memperhatikan batas-batas ketentuan syari’at, maka hal itu tidak menjadi masalah dan tidak berdosa. Demikian juga tidak berdosa dan tidak menjadi masalah memakai perhiasan dengan sejumlah barang tambang yang lainnya selain emas dimana mereka tidak berdosa memakai cincin dari barang-barang tambang tersebut, jika dilakukan tanpa melebihi batas-batas kewajaran dan tidak menimbulkan fitnah.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarganya serta para sahabatnya seluruhnya.

[Syaikh Ibn Utsaimin, As’ilah Fi Bai’ Wa Syira’ Adz-Dzahab, hal. 38]

Anwar Baru Belajar

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq]