Seorang mantan Pandita Hindu ditanya;
[Sebelum masuk Islam beliau bernama Pandita Budi Winarno, setelah masuk Islam bernama Abdul Aziz]
Pertanyaan : Apakah Telonan, Mitoni dan Tingkepan dari ajaran Islam ?
[Telonan : Upacara 3 bulan masa kehamilan, Mitoni dan Tingkepan : Upacara 7 Bulan masa kehamilan; biasanya dengan mandi-mandi]
Jawab : Telonan, Mitoni dan Tingkepan yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarkat adalah teradisi masyarakat Hindu. Upacara ini dilakukan dalam rangka memohon keselamatan anak yang ada di dalam rahim (kandungan). Upacara ini biasa disebut Garba Wedana [garba : perut, Wedana : sedang mengandung]. Selama bayi dalam kandungan dibuatkan tumpeng selamatan Telonan, Mitoni, Tingkepan [terdapat dalam Kitab Upadesa hal. 46]
Intisari dari sesajinya adalah :
1. Pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip).
2. Sambutan, yaitu upacara penyambutan atau peneguhan letak atman (urip) si jabang bayi.
3. Janganan, yaitu upacara suguhan terhadap "Empat Saudara" [sedulur papat] yang menyertai kelahiran sang bayi, yaitu : darah, air, barah, dan ari-ari. [orang Jawa menyebut : kakang kawah adi ari-ari]
Hal ini dilakukan untuk panggilan kepada semua kekuatan-kekuatan alam yang tidak kelihatan tapi mempunyai hubungan langsung pada kehidupan sang bayi dan juga pada panggilan kepada Empat Saudara yang bersama-sama ketika sang bayi dilahirkan, untuk bersama-sama diupacarai, diberi pensucian dan suguhan agar sang bayi mendapat keselamatan dan selalu dijaga oleh unsur kekuatan alam.
Sedangkan upacara terhadap ari-ari, ialah setelah ari-ari terlepas dari si bayi lalu dibersihkan dengan air yang kemudian dimasukkan ke dalam tempurung kelapa selanjutnya dimasukkan ke dalam kendil atau guci. Ke dalamnya dimasukkah tulisan "AUM" agar sang Hyang Widhi melindungi. Selain itu dimasukkan juga berbagai benda lain sebagai persembahan kepada Hyang Widhi. Kendil kemudian ditanam di pekarangan, di kanan pintu apabila bayinya laki-laki, di kiri pintu apabila bayinya perempuan.
Kendil yang berisi ari-ari ditimbun dengan baik, dan pada malam harinya diberi lampu, selama tiga bulan. Apa yang diperbuat kepada si bayi maka diberlakukan juga kepada Empat Saudara tersebut. Kalau si bayi setelah dimandikan, maka airnya juga disiramkan kepada kendil tersebut. (Kitab Upadesa, tentang ajaran-ajaran Agama Hindu, oleh : Tjok Rai Sudharta, MA. dan Drs. Ida Bagus Oka Punia Atmaja, cetakan kedua 2007)
Dikutip dari buku : Santri Bertanya Mantan Pendeta (Hindu) Menjawab
__________________________
[Sebelum masuk Islam beliau bernama Pandita Budi Winarno, setelah masuk Islam bernama Abdul Aziz]
Pertanyaan : Apakah Telonan, Mitoni dan Tingkepan dari ajaran Islam ?
[Telonan : Upacara 3 bulan masa kehamilan, Mitoni dan Tingkepan : Upacara 7 Bulan masa kehamilan; biasanya dengan mandi-mandi]
Jawab : Telonan, Mitoni dan Tingkepan yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarkat adalah teradisi masyarakat Hindu. Upacara ini dilakukan dalam rangka memohon keselamatan anak yang ada di dalam rahim (kandungan). Upacara ini biasa disebut Garba Wedana [garba : perut, Wedana : sedang mengandung]. Selama bayi dalam kandungan dibuatkan tumpeng selamatan Telonan, Mitoni, Tingkepan [terdapat dalam Kitab Upadesa hal. 46]
Intisari dari sesajinya adalah :
1. Pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip).
2. Sambutan, yaitu upacara penyambutan atau peneguhan letak atman (urip) si jabang bayi.
3. Janganan, yaitu upacara suguhan terhadap "Empat Saudara" [sedulur papat] yang menyertai kelahiran sang bayi, yaitu : darah, air, barah, dan ari-ari. [orang Jawa menyebut : kakang kawah adi ari-ari]
Hal ini dilakukan untuk panggilan kepada semua kekuatan-kekuatan alam yang tidak kelihatan tapi mempunyai hubungan langsung pada kehidupan sang bayi dan juga pada panggilan kepada Empat Saudara yang bersama-sama ketika sang bayi dilahirkan, untuk bersama-sama diupacarai, diberi pensucian dan suguhan agar sang bayi mendapat keselamatan dan selalu dijaga oleh unsur kekuatan alam.
Sedangkan upacara terhadap ari-ari, ialah setelah ari-ari terlepas dari si bayi lalu dibersihkan dengan air yang kemudian dimasukkan ke dalam tempurung kelapa selanjutnya dimasukkan ke dalam kendil atau guci. Ke dalamnya dimasukkah tulisan "AUM" agar sang Hyang Widhi melindungi. Selain itu dimasukkan juga berbagai benda lain sebagai persembahan kepada Hyang Widhi. Kendil kemudian ditanam di pekarangan, di kanan pintu apabila bayinya laki-laki, di kiri pintu apabila bayinya perempuan.
Kendil yang berisi ari-ari ditimbun dengan baik, dan pada malam harinya diberi lampu, selama tiga bulan. Apa yang diperbuat kepada si bayi maka diberlakukan juga kepada Empat Saudara tersebut. Kalau si bayi setelah dimandikan, maka airnya juga disiramkan kepada kendil tersebut. (Kitab Upadesa, tentang ajaran-ajaran Agama Hindu, oleh : Tjok Rai Sudharta, MA. dan Drs. Ida Bagus Oka Punia Atmaja, cetakan kedua 2007)
Dikutip dari buku : Santri Bertanya Mantan Pendeta (Hindu) Menjawab
__________________________
KETERANGAN TAMBAHAN ;
*1. KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA (NU) KE-5 Di Pekalongan, pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1349 H / 7 September 1930 M. Lihat halaman : 58.
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya melempar kendi yang penuh air hingga pecah pada waktu orang-orang yang menghadiri UPACARA PERINGATAN BULAN KE TUJUH dari umur kandungan pulang dengan membaca shalawat bersama-sama, dan dengan harapan supaya mudah kelahiran anak kelak. Apakah hal tersebut hukumnya haram karena termasuk membuang-buang uang (tabzir) ?
Jawab :
Ya, perbuatan tersebut hukumnya H A R A M karena termasuk tabdzir.
*2. KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA (NU) KE-7 Di Bandung, pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1351 H / 9 Agustus 1932 M. Lihat halaman : 71.
Menanam ari-ari (masyimah/tembuni) hukumnya sunnah. Adapun menyalakan lilin (lampu) dan menaburkan bunga-bunga di atasnya itu hukumnya H A R A M, karena membuang-buang harta (tabzir) yang tidak ada manfa'atnya.
______________________
*Dikutip dari buku : "Masalah Keagamaan" hasil Muktamar/Munas Ulama NU ke I s/d XXX (yang terdiri dari 430 masalah) oleh KH. A. Aziz Masyhuri ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah dan Pengasuh Ponpes Al Aziziyyah Denanyar Jombang, Kata Pengantar Menteri Agama Maftuh Basuni.
Hasil scan KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA (NU) KE-5 Di Pekalongan, pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1349 H / 7 September 1930 M. Lihat halaman : 58.
Hasil scan KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA (NU) KE-7 Di Bandung, pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1351 H / 9 Agustus 1932 M. Lihat halaman : 71.
***********
Wallahu a'lam.
Anwar Baru Belajar