Sabtu, 24 November 2012

Karnaval Bukan Tradisi Islam....Lantas Bagaimana Dengan Pawai Tarhib Menyambut Ramadhan?



Karnaval

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Karnaval bisa berarti:
  1. suatu pesta besar atau pameran
  2. pesta di benua Eropa dan Amerika, terutama di bagian selatan untuk menyambut masa Pra-Paskah yang dirayakan umat Kristen. Dimulai dari minggu sebelum Rabu sampai hari Rabu. Secara etimologis berasal dari bahasa Latin; carne yang berarti daging. Sebab dalam masa pra-paskah dahulu kala, umat Kristen harus berpantang tidak boleh makan daging.
Karnaval terkenal yang dirayakan di benua Amerika dan Eropa ialah Mardi Gras.

Rabu, 08 Agustus 2012

Bahaya Taqlid

Muhammad bin Harits menyebutkan dalam hadits riwayat Sahnuun bin Sa'id. Ia berkata : Bahwa Malik ibn Anas dan Abdul 'Aziz bin Abi Salamah dan Muhammad bin Ibrahim bin Dinar dan lainnya berkali-kali mendatangi Ibn Hurmuz, maka apabila Malik dan Abdul 'Aziz bertanya dijawab, dan apabila Ibn Dinar dan lainnya bertanya, tidak dijawab. Pada suatu hari Ibn Dinar menghadapinya dan berkata
kepadanya: "Wahai Abu Bakar kenapa engkau menganggap halal bagiku apa yang tidak halal bagimu?" Ia menjawab : "Wahai putera dari saudaraku, apakah itu?" Ia berkata: "Malik dan Abdul 'Aziz bertanya kepadamu, kemudian kamu menjawabnya. Dan saya beserta teman-temanku bertanya kepadamu, namun engkau tidak menjawabnya." Ia berkata: "Apakah itu terjadi pada hatimu wahai putera saudaraku?" Ia berkata: "Ya." Ia berkata: "Sesungguhnya usiaku telah lanjut dan tulang-tulangku semakin menua, saya khawatir usia tua ini melemahkan akal pikiranku seperti yang terjadi pada fisikku, sedangkan Malik dan Abdul 'Aziz dua ulama fiqih yang alim, jika keduanya mendengarkan akan yang hak dariku mereka menerimanya dan apabila keduanya mendengar yang salah, meninggalkannya. Sedangkan kamu dan teman-temanmu pasti MENERIMA APA SAJA yang saya jawab kepada kalian." (Ditulis ulang oleh Anwar Baru Belajar dari buku "Risalah Taqlid" – Ibnu Qayyim Al Jauziyah)

Jumat, 22 Juni 2012

Ibnu Taimiyyah dan Maulid Nabi

Ada sebuah tulisan yang cukup menggelitik dari pemilik Blog salafytobat [lihat : http://salafytobat.wordpress.com/2009/05/11/pemalsuan-pendapat-salaf-oleh-wahhaby-dengan-kedok-takhrij-dan-mukhtarat-meringkas/] yang mengulas tentang Ibnu Taimiyyah dan Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dalam tulisan tersebut – dengan yakinnya – ia mengatakan bahwa Salafy-Wahabi telah melakukan kecurangan dalam peringkasan kitab Ibnu Taimiyyah. Dan ia menyiratkan satu kesimpulan bahwa Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah membolehkan dan ‘merestui’ pelaksanaan Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dengan sedikit disertai satu atau dua lembar scan buku yang berhasil ia dapatkan, pemilik blog Salafytobat hendak mengelabuhi pembaca – seperti biasa ia lakukan – untuk meyakinkan bahwa apa yang ia tulis adalah benar.

Jumat, 09 Maret 2012

Penamaan sebuah majelis dengan nama "Majelis Rasulullah" dan konsekuensinya

Penulis sengaja menulis artikel ini sebagai ungkapan uneg-uneg penulis yang berawal ketika melihat tingkah polah seseorang (sebut saja si Fulan), menggenakan sebuah baju jaket berwarna hitam yang dibelakangnya bertuliskan "Majelis Rasulullah". Namun sayangnya sikap dari si Fulan tersebut sangat tidak mencerminkan sikap dan akhlak  seorang muslim yang dibina, diajarkan  oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Selain tidak mengenakan helm, si fulan terkesan ugal-ugalan di jalan raya, seakan-akan jalan raya hanya miliknya sendiri. Penulis menyadari dan berkhusnuzzhan bahwa itu hanyalah ulah segelintir oknum saja.

Penamaan Majelis

Para sahabat saja tidak menamakan "Majelis Rasulullah" (baca : Majelis Nabi) kalau tidak ada Rasulullah hadir di dalam sebuah majelis tersebut. Mereka mengatakan sebuah majelis dengan sebutan  "Majelis kaum Anshar" atau yang lainnya.

Rabu, 29 Februari 2012

Keutamaan Sifat Malu


Berikut adalah hadits-hadits yang dibawakan oleh Imam Al Bukhari dalam Adabul Mufrod yang membicarakan keutamaan sifat malu.

Selasa, 21 Februari 2012

Membangun Kubur adalah Larangan Nabi, Bukan Larangan Wahabi

Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu berkata :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim no. 970, Abu Daawud no. 3225, At-Tirmidziy no. 1052, An-Nasaa’iy no. 2027-2028 dan dalam Al-Kubraa 2/463 no. 2166, ‘Abdurrazzaaq 3/504 no. 6488, Ahmad 3/295, ‘Abd bin Humaid 2/161 no. 1073, Ibnu Maajah no. 1562, Ibnu Hibbaan no. 3163-3165, Al-Haakim 1/370, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj ‘alaa Shahiih Muslim no. 2173-2174, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 3/410 & 4/4, Ath-Thayaalisiy 3/341 no. 1905, Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin 3/191 no. 2057 dan dalam Al-Ausath 6/121 no. 5983 & 8/207 8413, Abu Bakr Asy-Syaafi’iy dalam Al-Fawaaaid no. 860, Abu Bakr Al-‘Anbariy dalam Hadiits-nya no. 68, Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 1/515-516 no. 2945-2946, dan yang lainnya.

Kamis, 16 Februari 2012

Meniti Jalan Yang Lurus

Ibnu Mas’ud  berkata:
Rasulullah menggaris satu garis dengan tangannya, kemudian bersabda: “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Setelahnya beliau menggaris beberapa garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian beliau bersabda: “Ini adalah jalan-jalan. Tidak ada satu jalan pun dari jalan-jalan ini melainkan di atasnya ada setan yang mengajak kepadanya.” Beliau lalu membaca ayat: “Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan ini dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan lain karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad  dalam Musnad-nya (1/465 dan 1/435) dan Ad-Darimi  dalam Sunan-nya (no. 204).
------------------------------------------------------------

Pentingnya Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal



Mu'adz bin Jabal –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, "Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma'ruf wan Nahyu 'anil Mungkar, hal. 15)