Rabu, 02 Maret 2011

Koreksi Untuk K.H. Sirajuddin Abbas Yang Memfitnah Ibnu Taimiyah Dan Muhammad bin Abdul Wahhab (WAHABI) Dalam Bukunya I'TIQAD AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Koreksi Untuk K.H. Sirajuddin Abbas Yang Berpegang Dengan Ucapannya Ibnu Bathutah Dalam Memfitnah Ibnu Taimiyah Dan Fitnahnya Terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Fitnah Ibnu Bathutah

Nama Pria ini melegenda dikalangan Sejarawan Muslim dan barat. Seorang musafir yang membukukan kunjungannya kepenjuru bumi dalam sebuah buku Fenomenal yang terkenal di Barat maupun di Timur. Buku tersebut berjudul Rihlah Ibnu Bathutah.


Buku tersebut menjadi acuan sejarawan muslim dan barat dalam menulis kejadian-kejadian penting pada masa yang dialami Oleh Ibnu Bathutah.

Terkait hal ini, penggalan hikayat dari Ibnu Bathutah yang menceritakan kisah ibnu Taimiyah menjadi buah bibir dikalangan para pembela dan musuhnya.

Dalam penggalan kisah tersebut ibnu Bathutah menyebutkan

“Saat itu aku di Damaskus, alu aku menghadiri majelisnya (Ibnu Taimiyah) pada hari Jum’at, saat ia berada di atas mimbar Masjid Jami’ sedang menasehati kaum muslimin dan mengingatkan mereka. Adapun dari sekian perkataannya, ia (Ibnu Taimiyyah) berkata,

‘Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia seperti turunku ini’, lalu ia turun satu tangga dari mimbar. Maka seorang ahli fikih bermadzhab Maliki yang dikenal dengan nama Ibnu az Zahra menentangnya”[1]

Dari penggalan kalimat tersebut bertambahlah keyakinan musuh-musuh Ibnu Taimiyah bahwa beliau menyamakan Allah dengan makhluk dan beraqidah Tajsim atau yang terkenal dengan golongan Mujassimah.

Jika para penentang Ibnu Taimiyah mau jujur dan obyektif, maka tulisan-tulisannya yang beratus-ratus jilid menjadi saksi bahwa beliau justeru menentangn Aqidah Tajsim dan bahkan Mengkafirkannya.

Lalu bagaimana dengan penuturan Ibnu Bathutah? Apa buktinya bahwa dia telah berdusta?

Kebohongan itu bangkai dan bau busuknya pasti tercium.

Meskipun menjijikan, saya terpaksa mengajak pembaca untuk mencium bau itu dari 2 Aspek

Pertama: Ibnu Bathutah

Ibnu Hajar Al Atsqalani telah menorehkan pena untuk menulis Biografi Ibnu Bathutah dalam kitabnya Durarul Kamina.

Beliau menyebutkan:

قال ابن حجر في الدرر الكامنة ج: 3 ص: 48 رقم (1285) :

محمد بن عبد الله بن ابراهيم بن محمد بن ابراهيم بن يوسف اللوائي الطنجي أبو عبد الله ابن بطوطة. قال ابن الخطيب : كان مشاركا في شىء يسير ورحل إلى المشرق في رجب سنة 25، فجال البلاد وتوغل في عراق العجم، ثم دخل الهند والسند والصين ورجع على اليمن فحج سنة26، ولقى من الملوك والمشايخ خلقا كثيرا، وجاور ثم رجع إلى الهند فولاه ملكها القضاء، ثم خلص فرجع الى المغرب فحكى بها أحواله وما اتفق له وما استفاد من أهلها. قال شيخنا أبو البركات ابن البلفيقي : حدثنا بغرائب مما رآه، فمن ذلك : أنه زعم انه دخل القسطنطينية فرأى في كنيستها اثني عشر ألف أسقف، ثم انتقل إلى العدوة ودخل بلاد السودان، ثم استدعاه صاحب فاس، وأمره بتدوين رحلته. انتهى. وقرأت بخط ابن مرزوق : إن أبا عبد الله بن جزي (ت756هـ) نَمَّقَها وحررها بأمر السلطان أبي عنان، وكان البلفيقي رماه بالكذب فبرأه ابن مرزوق وقال : إنه بقى إلى سنة سبعين، ومات وهو متولى القضاء ببعض البلاد. قال ابن مرزوق : ولا اعلم أحدا جال البلاد كرحلته، وكان مع ذلك جوادا محسناً. انتهى

Arti yang bergaris bawah:

Aku telah membaca tulisan ibnu Marzuq, : “Sesungguhnya Abu Abdillah bin Jizy Al kalbi menulisnya dan mengeditnya atas perintah sulthan Abi Annan, sedangkan Al Balfiqy menuduhnya sebagai pendusta”

Dari penuturan Ibnu Hajar yang membaca tulisan Ibnu Marzuq diatas terlihat bahwa Rihlah Ibnu Bathutah bukan ditulis Ibnu bathutah sendiri, namun ditulis oleh Abu Abdillah bin Jizy Al kalbi sedangkan guru beliau yang bernama Al Imam Al Balfiqi menuduh pria ini sebagai pendusta. Dari perkataan Al Balfiqi juga mengandung isyarat bahwa beliau mendustakan cerita ibnu Bathutah dengan memilih kata Zaama ketika menceritakan kisahnya di Konstantin. Siapapun yang mengerti ilmu ushul pasti mengetahui bahwa zaama digunakan sebagai isyarat untuk melemahkan sebuah riwayat atau pendapat.

Dalam tempat lain sejarawan Muslim Kontemporer yang bernama Ibnu Khaldun menceritakan dalam Muqaddimahnya bahwa banyak cerita aneh ditampilkan ibnu Bathutah , sebagai contoh ia mengatakan bahwa raja di India itu kalau ingin bepergian jauh maka ia akan memberikan bekal kepada rakyat yang ia tinggalkan seukuran untuk 6 bulan. Bahkan di dalam kitab tersebut Ibnu Bathutah juga menyebutkan bahwa ia mengunjungi sebagian jazirah dan negeri dimana wanitanya hanya memiliki satu payudara.

Dari beberapa keanehan ini terlihat bahwa Rihlah ibnu Bathutah kurang memiliki nilai Ilmiyah untuk dijadikan sandaran.

Kedua : Konten Cerita

Dalam kitab tersebut Ibnu Bathutah menyebutkan:

“Saat itu aku di Damaskus,lalu aku menghadiri majelisnya (Ibnu Taimiyyah) pada hari Jum’at, saat ia berada di atas mimbar Masjid Jami’ sedang menasehati kaum muslimin dan mengingatkan mereka”

Sangat jelas nukilan dari Ibnu Bathutah bahwa dia menghadiri majelis tersebut di Damaskus, namun kebohongannya terkuak lewat tulisannya sendiri pada halaman-halaman sebelumnya yang menceritakan rentetan kejadian di Damaskus dimana dia mengatakan:

Aku masuk Ba’labak siang hari, lalu aku keluar darinya pada pagi hari, karena sangat rinduku terhadap kota Damaskus. Dan aku sampai ke kota Damaskus, Syam, pada hari Kamis, 9 Ramadhan yang agung tahun 726 H. Aku pun singgah disana, di Madrasah al Malikiyah yang dikenal dengan asy Syarabisyiyah.[2]

Jika kita bandingkan dengan tulisan para ahli dan murid-murid Ibnu Taimiyah maka kan terlihat kontradiksinya. Perhatikan!

Pada Kitab Syarah Qashiidah Ibnul Qayyim (Juz 1, hal. 497) dikatakan,

“Kebohongannya sudah tampak jelas, tidak memerlukan lagi berpanjang ulasan. Dan Allah-lah Yang Maha Penghitung kebohongan pendusta ini. Dia (Ibnu Bathuthah) menyebutkan dia masuk ke Damaskus 9 Ramadhan 726 H, padahal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika itu sudah ditahan di benteng (al Qal’ah) sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama terpercaya, seperti murid beliau sendiri, Al Hafizh Muhammad bin Ahmad bin ‘Abdul Hadi dan juga oleh Al Hafizh Abil Faraj ‘Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab dalam kitab Thabaqat Hanabilah.

Ia berkata mengenai biografi Syaikh (Ibnu Taimiyyah) dalam Thabaqat-nya tersebut:

‘Syaikh telah ditahan di benteng itu dari bulan Sya’ban tahun 726 H sampai Dzulqa’dah tahun 728 H’.

Ibnu ‘Abdul Hadi menambahkan:

‘Ia (Ibnu Taimiyyah) memasuki (tahanan) di benteng itu pada 6 Sya’ban’

Maka lihatlah pendusta ini (Ibnu Bathuthah) yang menyebutkan bahwa dia telah menyaksikan Ibnu Taimiyyah sedang memberi nasihat kepada kaum muslimin di atas mimbar mesjid jami’. Padahal Syaikh (Ibnu Taimiyyah) rahimahullah setelah masuk ke benteng (tahanan) tersebut pada tanggal tersebut pula, maka beliau tidak pernah keluar darinya kecuali di atas kereta jenazah (pada hari wafatnya, Dzulqa’dah 728 H)”

Cerita-cerita penahanan ibnu Taimiyah yang membawanya kepada Azal ini amat terkenal dikalangan para Sejarawan. Bahkan Ibnu hajar Tak ketinggalan menuliskan cerita ini di Durarul Kaminah dengan menukil dari As Shafadi beliau mengatakan:

ثم قاموا عليه في شهر رمضان سنة 719 بسبب مسألة الطلاق وأكد عليه المنع من الفتيا ثم عقد له مجلس آخر في رجب سنة عشرين ثم حبس بالقلعة ثم أخرج في عاشوراء سنة 721 ثم قاموا عليه مرة أخرى في شعبان سنة 726 بسبب مسألة الزيارة واعتقل بالقلعة فلم يزل بها إلى أن مات في ليلة الاثنين العشرين من ذي القعدة سنة 728

Artinya: kemudian mereka mengadilinya pada bulan Ramadhan tahun 719 Hijriah disebabkan fatwanya terkait thalaq (thalaq tiga satu majelis, red) dan dilarang untuk berfatwa. Kemudian diadakan persidangan lagi di Pengadilan lain pada bulan rajab tahun 720 dan ia ditahan dibenteng, kemudian dikeluarkan pada bulan Asyura tahun 721. kemudian mereka mengadili lagi untuk kesekian kali lagi pada bulan sya’ban tahun 726 disebabkan Fatwanya tentang Ziyarah kemudian iapun dipenjara di dalam benteng hingga ia Wafat pada malam senin tanggal 20 Dzulqa’dah tahun 728 Hijriah.

Jadi jelas bahwa Ibnu Bathutah tidak mungkin bertemu Ibnu Taimiyah pada tahun tersebut, apalagi diceritakan oleh para Ahli Sejarah bahwa jangankan keluar dari Penjara, menulis dan membaca buku serta berfatwa saja beliau dilarang, hingga beliau menghabiskan masa penahanannya hanya dengan membaca qur’an dan dalam penahanan tersebut beliau menghatamkan qur’an sebanyak 81 kali.

Bau busuk kebohongan tersebut makin bertambah dengan Fakta berikut :

* berdasarkan periwayatan para Huffadz dan Ibnu Hajar sendiri, penahanan Ibnu Taimiyah ditahun 726 itu disebabkan oleh fatwanya terkait Ziarah kekubur Rasululullah bukan tentang Nuzul (turunnya Allah Kelangit dunia.

* Disitu juga disebutkan bahwa dipenjara sebelumnya Ibnu Taimiyah pernah mengarang Kitab Tafsir yang bernama Bahrul Muhith sebanyak 40 jilid padahal Al Imam At Thabari mengarang Tafsir puluhan tahun dan tidak sampai 40 jilid, dan Ibnu Hajar sendiri mengarang Fathul bari Selama 25 tahun, itupun mereka berada diluar penjara. dari cerita Ibnu Hajar bisa diketahui bahwa Ibnu taimiyah dipenjara sebelumnya pada bulan Rajab tahun 720 Hijriah hingga bulan Asyura tahun 721 Hijriah atau sekitar 5 bulan saja, atau kalaupun ditahun-tahun sebelumnya, maka pemenjaraan beliau tidak lebih dari 2 tahun, lalu bagaimana beliau menyelesaikan 40 jilid tafsir dipenjara secepat itu. Mustahil.

* Dalam cerita itu disebutkan pula bahwa panggilan Qadhi Hanabilah Adalah Izzuddin, padahal panggilannya yang benar adalah Syamsuddin dan nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Syamsuddin ibnu Musallam As Shalihi. Adapun panggilan Izzuddin adalah panggilan untuk Qadhi Muhammad bin At Taqiy Sulaiman yang Wafat tahun 731 Hijriah yang menjadi Qadhi menggantikan Ibnu Musallam selanjutnya.

* Hal yang juga seru dari kitab Rihlah ibnu Bathutah yang saya dapatkan adalah pentahqiqnya yang juga mengingkari cerita tentang Ibnu Taimiyah Ini seperti yang ia jabarkan dalam footnotenya.

Dengan Fakta-fakta ini, maka Semoga Allah mensucikan ruh Ibnu Taimiyah dari fitnah, layaknya Gaharu, wanginya tak akan tercium kecuali telah dibakar sebelumnya.

Muroja'ah : Abu Salsabiela Habibie Ihsan

Sumber :
http://www.facebook.com/home.php#!/note.php?note_id=145089115535484&id=100000900261931

Selengkapnya baca di link ini :
http://syaikhulislam.wordpress.com/2010/04/15/fitnah-ibnu-bathuta/

________________________________________________________

Sekilas, Siapakah KH. Sirajuddin Abbas ?

KH. Sirajuddin Abbas sering sekali menghadiri kongres di luar negeri yang diselenggarakan oleh organisasi atau negeri komunis. Sirajuddin Abbas aktif di Gerakan Setiakawan Rakyat Asia dan Afrika yang mengadakan konferensi di Stockholm, Beijing, Colombo, Kairo , Karachi, Irak, Tanganyika, dan Al Jazair. Sikap Abbas terhadap negara komunis seperti Uni Soviet dan China umumnya simpatik. Sikap seperti itu kelihatan juga di dalam lingkungan PSII, tetapi tidak sekuat Sirajuddin Abbas. Sirajuddin Abbas adalah ketua PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyyah). Perti, terutama dalam masa Demokrasi Terpimpin, seakan sangat bersedia bekerja sama dalam kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh PKI serta orang-orang komunis di China dan Uni Soviet. Umpamanya di antara partai-partai Islam di Indonesia, hanya PERTI yang mengirim utusan ke konferensi Perdamaian Dunia untuk Asia dan Afrika di Beijing bulan Oktober 1952. [Lihat halaman. 79]. Sirajuddin Abbas juga penulis buku 40 Masalah Agama dan I'tiqod Ahlussunnah Wal jama'ah, terbitan Pustaka Tarbiyah.


[Lihat Buku "PARTAI ISLAM DI PENTAS NASIONAL", Kisah dan Analisis Politik Indonesia 1945-1965 oleh Deliar Noer halaman. 79 dan 427. Penerbit Mizan>>>cover buku seperti gambar di atas]

Siapa KH. Sirajuddin Abbas, silahkan dilihat dalam daftar no. 13 pada sususnan Dewan Revolusi Indonesia di bawah ini;

Dekrit Dewan Revolusi dari Letkol Untung

Setelah para jenderal staf Angkatan Darat diculik, Letnan Kolonel Untung angkat bicara. Dia mungkin merasa kelangsungan Indonesia ada ditangannya, tanpa bermaksud jadi penguasa dan cari keuntungan tentunya.

Bagaimanapun dirinya hanya seorang prajurit. Dia Cakrabirawa, jadi dia harus mengenyahkan segala bahaya yang mengancam Presiden, tanpa harus Presiden Sang Pemimpin Besar Revolusi meminta.

Letkol Untung mengeluarkan sebuah dekrit. Di kala kondisi Indonesia mencekam. Begini bunyinya:


DEKRIT No. I TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN REVOLUSI INDONESIA

1. Demi keselamatan Negara Republik Indonesia, demi pengamanan pelaksanaan Pantja Sila dan Panitya Azimat Revolusi seluruhnja, demi keselamatan Angkatan Darat dan Angkatan Bersenjata pada umumnja, pada waktu tengah malam hari Kemis tanggal 30 September 1965 di Ibukota Republik Indonesia Djakarta, telah dilangsungkan gerakan pembersihan terhadap anggota-anggota apa jang menamakan dirinja buh “Dewan Djenderal” jang telah merentjanakan coup mendjelang Hari Angkatan Bersendjata 5 Oktober 1965.

Sedjumlah Djenderal telah ditangkap, alat-alat komunikasi dan objek-objek vital lainnja di Ibukota telah djatuh sepenuhnja kedalam kekuasaan “Gerakan 30 September”. “Gerakan 30 September” adalah gerakan semata-mata dalam tubuh Angkatan Darat untuk mengachiri perbuatan sewenang-wenang Djenderal-Djenderal anggota Dewan Djenderal serta perwira-perwira lainnja jang mendjadi kakitangan dan simpatisan anggota Dewan Djenderal. Gerakan ini dibantu oleh pasukan-pasukan bersendjata diluar Angkatan Darat.

1. Untuk melantjarkan tindak-landjut daripada 30 September 1965, maka oleh pimpinan Gerakan 30 September akan dibentuk Dewan Revolusi Indonesia jang anggotanja terdiri dari orang-orang sivil dan orang-orang militer jang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve. Untuk sementara waktu, mendjelang Pemilihan Umum Madjelis Permusjawaratan Rakjat sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Dewan Revolusi Indonesia mendjadi sumber daripada segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia.

Dewan Revolusi Indonesia adalah alat bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mewudjudkan Pantja Sila dan Panca Azimat Revolusi seluruhnja. Dewan Revolusi Indonesia dalam kegiatannja sehari-hari akan diwakili oleh Presidium Dewan jang terdiri dari Komandan dan Wakil-Wakil Komandan Gerakan 30 September.

1. Dengan djatuhnja segenap kekuasaan Negara ketangan Dewan Revolusi Indonesia, maka Kabinet Dwikora dengan sendirinya berstatus demisioner. Sampai pembentukan Dewan Menteri oleh Dewan Revolusi Indonesia, para bekas Menteri diwadjibkan melakukan pekerdjaan-pekerdjaan rutine, mendjaga ketertiban dalam Departemen masing-masing, dilarang melakukan pengangkatan pegawai baru dan dilarang mengambil tindakan-tindakan jang bisa berakibat luas. Semua bekas Menteri berkewadjiban memberikan pertanggungan djawab kepada Dewan Revolusi Indonesia c.q. Menteri-menteri baru jang akan ditetapkan oleh Dewan Revolusi Indonesia.

2. Sebagai alat dari pada Dewan Revolusi Indonesia, didaerah dibentuk Dewan Revolusi Provinsi (paling banjak 25 orang), Dewan Revolusi Kabupaten (paling banjak 15 orang), Dewan Revolusi Ketjamatan (paling banjak 10 orang), Dewan Revolusi Desa (paling banjak 7 orang), terdiri dari orang-orang sivil dan militer jang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve. Dewan-Dewan Revolusi Daerah ini adalah kekuasaan tertinggi untuk daerah jang bersangkutan, dan jang di Provinsi dan Kabupaten pekerdjaannja dibantu oleh Badan Pemerintah Harian (BPH) masing-masing, sedangkan di Ketjamatan dan Desa dibantu oleh Pimpinan Front Nasional setempat jang terdiri dari orang-orang jang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve.
3. Presidum Dewan Revolusi Indonesia terdiri dari Komandan dan Wakil-Wakil Komandan Gerakan 30 September. Komandan dan Wakil-Wakil Komandan Gerakan 30 September adalah Ketua dan Wakil-Wakil Ketua dewan Revolusi.
4. Segera sesudah pembentukan Dewan Revolusi Daerah, Ketua Dewan Revolusi jang bersangkutan harus melaporkan kepada Dewan Revolusi setingkat diatasnja tentang susunan lengkap anggota Dewan. Dewan-Dewan Revolusi Provinsi harus mendapat pengesahan tertulis dari Presidum Dewan Revolusi Indonesia, Dewan Revolusi Kabupaten harus mendapat pengesahan tertulis dari Dewan Revolusi Provinsi, dan Dewan Revolusi Ketjamatan dan desa harus mendapat pengesahan tertulis dari Dewan Revolusi Kabupaten.

KOMANDO GERAKAN 30 SEPTEMBER

Djakarta, 1 Oktober 1965.

Komandan : Letnan Kolonel Untung

Wakil Komandan : Brigdjen Supardjo

Wakil Komandan : Letnan Kolonel Udara Heru

Wakil Komandan : Kolonel Laut Sunardi

Wakil Komandan : Adjun Komisaris Besar Polisi Anwas

Diumumkan oleh Bagian Penerangan Gerakan 30 September pada tanggal 1 Oktober 1965.

1. Pada waktu dan ditempat sebagaimana diuraikan diatas, telah ditandatangani sendiri kedudukannja sebagai Komandan gerakan 30 September” merangkap “Ketua Dewan Revolusi Indonesia” berturut “Keputusan No 1 tentang susunan Dewan Revolusi Indonesia” dan “Keputusan No 2 tentang penurunan dan penaikan pangkat” dan telah mengirimkan/menjuruh mengirimkan untuk disiarkan selalui siaran Sentral Radio Republik Indonesia dengan maksud tudjuan membudjuk masyarakat pada umumnya dan tamtama serta bintara Angkatan Bersendjata Republik Indonesia pada chususnja untuk mendukung Gerakan 30 September.

Isi Keputusan No I dan Keputusan No 2 adalah sebagai berikut:

KEPUTUSAN No. I

TENTANG SUSUNAN DEWAN REVOLUSI INDONESIA

1. Memenuhi isi Dekrit No I tentang pembentukan Dewan Revolusi Indonesia, maka dengan ini diumumkan anggota-anggota lengkap dari Dewan Revolusi Indonesia:

1. Letnan Kolonel Untung, Ketua Dewan
2. Brigdjen Supardjo, Wakil Ketua Dewan
3. Letnan Kolonel Udara Heru, Wakil Ketua Dewan
4. Kolonel Laut Sunardi, Wakil Ketua Dewan
5. Adjun Komisaris Besar Polisi Anwas, Wakil Ketua Dewan
6. Omar Dhani, Laksamana Madya Udara
7. Sutjipto Judodihardjo, Inspektur Djenderal Polisi
8. E. Martadinata, Laksamana Madya Laut
9. Dr Subandrio
10. Dr. J Leimena
11. Ir. Surachman
12. Fatah Jasin (golongan Agama)
13. K.H. Siradjudin Abas (golongan Agama)
14. Tjugito (golongan Komunis)
15. Arudji Kartawinata
16. Sjiauw Ghiok Tjan
17. Sumarno S.H.
18. Hartono, Majdjen KKO
19. Sutarto, Brigdjen Polisi
20. Zaini Mansur (Front Pemuda Pusat)
21. Jahja S.H (Front Pemuda Pusat)
22. Sukatno (Front Pemuda Pusat)
23. Bambang Kusnohadi (PPMI)
24. Rahman (Wakil Sekdjen Front Nasional)
25. Hardojo (Mahasiswa)
26. Basuki Rachmat, Majdjen
27. Ryacudu, Brigdjen
28. Solichin, Brigdjen
29. Amir Machmud, Brigdjen
30. Andi Rivai, Brigdjen
31. Sudjono, Major Udara
32. Leo Watimena, Komodor Udara
33. Dr. Utami Surjadarma
34. A. Latief, Kolonel
35. Umar Wirahadikusuma, Majdjen
36. Nj. Supeni
37. Nj. Mahmudah Mawardi
38. Nj. Suharti Suwarto
39. Fatah, Kolonel
40. Suharman, Kolonel
41. Samsu Sutjipto, Kolonel Laut
42. Suhardi (Wartawan)
43. Drs. Sumartono, Komisaris Besar Polisi
44. Djunta Suwardi
45. Karim D.P. (Persatuan Wartawan Indonesia)

1. Ketua dan Wakil-Wakil Ketua merupakan Presidium Dewan Revolusi Indonesia jang diantara dua sidang lengkap Dewan bertindak atas nama Dewan.

2. Semua anggota Dewan Revolusi Indonesia dari kalangan sivil diberi hak memberi hak memakai tanda pangkat Letnan Kolonel atau jang setingkat. Anggota Dewan Revolusi Indonesia dari kalangan Angkatan Bersendjata tetap dengan pangkat lama, ketjuali jang lebih tinggi dari Letnan Kolonel diharuskan memakai jang sama dengan pangkat Komandan Gerakan 30 September atau jang setingkat.


KOMANDAN GERAKAN 30 SEPTEMBER

Ketua Dewan Revolusi Indonesia

ttd.

(Letnan Kolonel Untung)[1]


Sumber : Selengkapnya baca di;

______________________________

[1] Gerakan 30 September Dihadapan Mahmilub 2 Di Djakarta (Perkara Untung), Jakarta, Pusat Pendidik Kehakiman AD (AHM_PTHM),hlm 252-317.

[2] Wawancara Julius Pour dengan Soehardi di Kompas, Jum’at, 19 September 2009

[3] Audrey Kahin, Rebellion to Integration, West Sumatra and the Indonesia Policy 1926-1998, ab. Azmi & Zulfahmi, Dari Pemberontakan ke Integrasi, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm. 366.

[4] Robert Edward Elson, Suharto: a political Biography, ab. satrio Wahono & I.G. Harimurti, Suharto: Sebuah Biograf Politik, Jakarta, Minda, 2005., hlm. 167&172.

[5] Anthony Dake, Soekarno File ab Loek Pattiradjawane, Berkas-berkas Soekarno 1965-1967: Kronologi Keruntuhan Soekarno, Jakarta, Aksara Karunia, 2006, hlm. 31.

[6] Misbach Yusa Biran, Kenang-kenangan Orang Bandel, Jakarta, Komunitas bambu, 2009, hlm. 169-170.

[7] Gerakan 30 September Dihadapan Mahmilub 2 Di Djakarta (Perkara Untung), Jakarta, Pusat Pendidik Kehakiman AD (AHM_PTHM),hlm 252-317.

**********************
resent by Anwar Baru Belajar