Selasa, 17 Mei 2011

Sesungguhnya Mengusap dan Mencium Kuburan Merupakan adat Kaum Yahudi dan Nasrani [ Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin I/254 (w.505H) ]


Keterangan gambar : Mengusap dan mencium nisan kuburan untuk mengambil berkah


Saudaraku yang mulia semoga Allah Ta’ala selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Setelah kita mengenal madzhab Syafi’i beserta metodologinya dalam berdalil, sekarang kita akan melihat contoh pendapat dari madzhab ini beserta dalilnya.



Sebagai seorang imam yang ‘alim rabbani yang mendapat gelar Nashirus sunnah wal Hadits (Pembela Sunnah dan Hadits) beliau sangat teguh dalam berpegang dengan al-Qur’an & as-Sunnah. Beliau berkata : “Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran ada pada Kitab-Nya (al-Qur’an-pen) dan Sunnah Nabi-Nya (Hadits yang Shahih-pen). (Al-Umm :VII/493)

Dan insyaAllah Ta’ala kita akan mencoba menelisik pendapat beliau tentang judul di atas. Agar kita benar-benar tahu pendapat beliau tentang masalah tersebut, khususnya beberapa waktu yang lalu tersembul isu heboh tentang makam seorang wali -menurut pendapat mereka- yang ambles yang kain kafannya masih utuh bersih. Akhirnya orang berbondong-bondong pergi ke sana untuk meraup berkah kuburannya. Wallahul Musta’an.

Saudaraku yang mulia, ketahuilah bahwa syirik adalah dosa besar diurutan pertama. Dan asal kesyirikan bermula dari pengkultusan terhadap kuburan. Simaklah penuturan ulama besar ahli tafsir yang bermadzhab syafi’i, Imam al-Hafidz Ibnu Katsir (w.774 H) : “Asal penyembahan terhadap berhala adalah sikap berlebihan (dalam mengagungkan) kuburan dan penghuninya”. (Al-Bidayah wan Nihayah : X/703)

Renungkan firman Allah Ta’ala berikut : “Dan mereka berkata,”Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. (QS. Nuh : 23)

Lalu siapakah wadd, suwaa’ ...dll itu? Jawabannya ada pada hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya dan oleh Murid Imam Syafi’i yakni Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya pula. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata : “Mereka adalah nama-nama orang shalih dari kaum nabi Nuh ‘alaihis salam. Setelah mereka meninggal, setan membisikkan kepada para pengikut mereka untuk membuat patung peringatan di tempat biasa mereka berkumpul. Setan juga membisikkan agar memberikan nama patung-patung tersebut dengan nama orang-orang shalih tersebut. Kemudian para pengikutnya pun membuatnya, tetapi mereka tidak menyembahnya. Setelah mereka meninggal, barulah generasi sesudahnya menyembah patung-patung itu.” (HR. Al-Bukhari dalam kitab ‘at-Tafsir IV/1873)

Maka tidak heran bila lima hari menjelang wafatnya Rasulullah ‘alaihis shalatu wassalam berwasiat :
“...Ketahuilah, orang-orang sebelum kamu telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah), maka janganlah kamu menjadikan kuburan sebagai masjid karena sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu.” (HR. Muslim I/377-378)

Saudaraku, kita tidak ragu bila para sahabat memiliki iman yang kuat karena langsung bertemu Rasulullah dan menyaksikan turunnya wahyu, tetapi Rasulullah tetap khawatir terhadap keselamatan aqidah mereka karena terperosok dalam pengkultusan kuburan.

Tentunya di zaman kita ini lebih dikhawatirkan lagi, karena disamping iman yang gersang, aqidah yang rapuh, kemaksiyatan yang merajalela, kebodohan terhadap agama juga telah merata.

Tapi anehnya masih ada juga ‘Yang Terhormat’ Pak Kyai yang kurang tanggap dalam menyikapi fenomena yang menyimpang ini bahkan tidak sedikit yang menyokongnya. Na’udzubillah.

Saudara pembaca yang mulia, coba kita perhatikan sikap Imam asy-Syafi’i rahimahullah ketika menyaksikan bangunan-bangunan di atas kuburan di kota Mekkah dihancurkan oleh penguasa. Beliau tetap dalam barisan ulama ahli fiqih yang mendukungnya. Dalam hal ini beliau berkata di kitabnya al-Umm :
“Dan aku pernah melihat penguasa yang menghancurkan bangunan (yang dibangun di atas kuburan) di kota Mekkah dan aku tidak melihat para ulama ahli fiqih mencela tindakan itu”. (Al-Umm: I/463)

Pernah teman saya yang tinggal di Wiradesa (Salah satu kecamatan di Pekalongan)di ajak oleh kelompok islam yang suka menghancurkan tempat-tempat maksiyat seperti diskotik, tempat perjudian dll. Teman saya menjawab,” Saya mau gabung, tak siapke kampak-e. Tapi yang dihancurkan dulu bangunan yang ada di makam yang dikeramatkan itu. Sontak yang ngajak diam, gak ada yang berani.
Padahal lebih besar mana dosanya antara kesyirikan dengan kemaksiyatan seperti berjudi dan sejenisnya ?.

Bukan berarti itu dalih bagi legalitas tiap person untuk serampangan dalam upaya nahi munkar. Tapi harus ditimbang maslahat dan mudharatnya. Dalam hal ini tentu lebih maslahat bila kemungkaran itu diserahkan kepada yang berwenang yaitu pemerintah.

Saudaraku, kenapa Rasulullah ’alaihis shalatu wassalam melarang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah ? Hal ini di jawab oleh ulama besar bermadzhab syafi’i, Imam Nawawi (w. 676 H) beliau berkata :
“Para ulama menjelaskan bahwa Nabi ‘alaihis shalatu wassalam melarang kuburan beliau dan kuburan selain beliau dijadikan sebagai masjid (tempat ibadah) karena beliau khawatir akan timbul pengkultusan yang berlebih-lebihan terhadapnya serta terfitnah dengannya, bisa jadi hal itu akan menyeret kepada kekafiran sebagaimana yang telah terjadi pada umat-umat terdahulu”. (Shahih Muslim bi syarh an-Nawawi V/19).

Dalam istilah ushul fiqh dikenal dengan “saddud dzari’ah” (upaya menutup celah-celah yang akan mengantarkan kepada perbuatan dosa). Tapi aneh, zaman sekarang ada area makam yang akan direnovasi dengan menelan biaya milyaran rupiah. Dan biaya itu diambil dari anggaran pemerintah.Aneh negeri ini.

Ancaman Berkaitan Kultus Kuburan

1. Dilaknat oleh Allah Ta’ala

Rasulullah ‘alaihis shalatu wasslam bersabda : “Semoga Allah melaknat yahudi & nasrani karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah)”. (HR. Al-Bukhari & Muslim)

2. Digelari Seburuk-buruk Makhluk

Rasulullah ‘alaihis shalatu wassalam bersabda : “Sesungguhnya seburuk-buruknya manusia adalah orang yang menjumpai hari kiamat dalam keadaan masih hidup, dan juga orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid”. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, Ahmad, al-Bukhari secara mu’allaq dll.)

Bentuk-Bentuk Penyimpangan berkaitan Dengan Kuburan


Kita saksikan, banyak kuburan yang ditingikan lebih dari sejengkal, bahkan tidak sedikit kuburan yang dibangun dengan atribut ornamen yang mewah seperti kubah dsb. Hal ini dilarang dalam syariat islam,dijelaskan dalam hadits yang shahih : Rasulullah melarang kuburan dihias, diduduki dan didirikan bangunan di atasnya”. (HR. Muslim I/667)

Suatu hari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Abu Hayyaj al-Asadi : “Maukah kamu aku utus untuk menjalankan tugas seperti Rasululah pernah mengutusku? Janganlah kamu biarkan patung (makhluk bernyawa-pent) melainkan kamu lenyapkan dan (jangan kau biarkan) kubur yang tinggi (lebih dari satu jengkal) melainkan kau ratakan (dijadikan satu jengkal-pent). (HR. Muslim)

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “Aku suka jika kuburan tidak dibangun dan disemen karena hal itu merupakan salah satu bentuk penghiasan dan kebanggaan kepada kuburan, padahal kematian bukanlah tempat untuk keduanya. Selain itu, saya tidak pernah melihat kuburan sahabat Muhajirin dan Anshar dibangun dan dihias.” Imam asy-syafii juga berkata : “Saya juga tidak suka jika kuburan diinjak, diduduki atau dijadikan sandaran”. (Al-Umm I/277 dengan diringkas). Kemudian beliau menyitir hadits : “Sungguh jika seorang diantara kalian duduk di atas bara api hingga pakaian dan kulitnya terbakar itu lebih baik baginya daripada ia duduk di atas kuburan ”. (HR. Muslim)

Dan akan lebih besar lagi bila yang dibangun di kuburan adalah masjid, sebagaimana keterangan dari hadits yang lalu.

Saya pernah melihat orang di kuburan khusyu’ berdoa , tapi jarang kita dapatkan orang bisa khusyu’ di masjid. Fenomena aneh, orang sekarang lebih demen kepada kuburan daripada masjid, rumah Allah Ta’ala sampai-sampai banyak digalakkan wisata religi ziarah makam para wali.

Saudaraku, bila kita melihat tingkah pecinta wisata religi terhadap kuburan pujaannya, kita akan melihat beberapa amaliah mereka, diantaranya mereka shalat di kuburan, sujud di kuburan, thawaf mengelilingi kuburan, ngalap berkah tanah dan nisan kuburan dengan mengusap-usap dan menciumnya, bahkan ada yang memungut tanah kuburan dan membawanya pulang sebagai jimat.

Rasulullah ‘alaihis sahalatu wassalam bersabda : “Jangan kamu duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat menghadap ke arahnya”. (HR. Muslim III/62)

Adapun tentang hukum shalat di kuburan para fuqaha berselisih pendapat. Pendapat pertama hukumnya batal dan harus diulangi shalatnya. Pendapat ini dipegang oleh Imam Ahmad. Sedangkan pendapat kedua hukumnya sah tapi dia melakukan perkara yang makruh atau haram. Pendapat ini dipegang oleh Imam Syafi’i.(al-Umm I/278).

Adapun tentang ngalap berkah kuburan, hal ini termasuk tabarruk (ngalap berkah) yang keliru. Dalam hadits yang shahih Nabi ‘alaihis shalatu wassalam bersabda : Berkah itu (bersumber) dari Allah”. (HR. Al-Bukhari).

Karena berkah itu berasal dari Allah, maka kita harus mencarinya dengan cara-cara yang diizinkan oleh Allah. Seperti ngalap berkah doanya orang shalih ketika masih hidup secara langsung misalnya. Adapun ngalap berkahnya orang yang sudah meninggal, apalagi yang di alap tanah kuburannya tidak ragu lagi ini menyimpang dari syariat.

Mari kita simak penjelasan ulama madzhab syafi’i. Imam Nawawi menjelaskan : “Barangsiapa terbetik dalam benaknya bahwa mengusap dengan tangan dan semisalnya lebih mendatangkan barakah, maka keyakinan itu tidak lain bersumber dari kebodohan dia dan kelalaiannya sebab keberkahan itu hanya bisa didapat dengan melaksanakan syariat. Bagaimana mungkin keutamaan diupayakan dengan perbuatan yang bertolak belakang dengan kebenaran ?! (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab:VIII/275)

Berikutnya tak kalah tegasnya Imam al-Ghazali (w.505H) berkata : “Sesungguhnya mengusap dan mencium kuburan merupakan adat kaum yahudi dan nasrani”. (Ihya’ Ulumuddin I/254).

Dan dalam kitabnya yang sangat bagus al-Maqrizi asy-Syafi’i (w. 845 H) berkata:
“Syirik dalam bentuk perbuatan seperti sujud kepada selain Allah, Thawaf bukan di Baitullah (Ka’bah), Mencukur rambut dalam rangka beribadah dan tunduk kepada selain Allah (Ini banyak dilakukan oleh kaum sufi ghulat/ekstrem-pen), mencium batu selain hajar aswad yang ia sebelah kanan Allah di bumi (hadits tentang hajar aswad sebelah kanan Allah adalah dhaif bahkan palsu-pen), mencium kuburan atau mengusapnya dan sujud kepadanya”. (Tajridut Tauhid al-Mufid hal. 31).

Demikian, dan marilah kita lanjutkan perjuangan Imam Syafi’i dan para sahabatnya dalam memurnikan tauhid. Allahu A’lam.


Referensi :
1.Tajridud Tauhid al-Mufid, Imam Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir al-Maqrizi, Cet. I Darul Ammar Yordania Th.1404 H-1987 M) dll.
2.Imam Syafi'i Menggugat Syirik, Ust. Abdullah Zaen MA, Maktabah al-Hanif Yogyakarta Th. 2007 M
3. Syarh Tajridud Tauhid al-Mufid, Syaikh Sulaiman bin Nashir al-'Ulwan (Soft-file)

ditulis oleh abu nakhla [an]
di Perpustakaan al-Hidayah Siwalan Pekalongan
Sumber : http://www.jundi.co.cc/2011/03/kultus-kuburan-menurut-madzhab-syafii.html