Rabu, 27 Juli 2011

Mandi-mandi menjelang Ramadhan (Padusan, Megengan)


Di daerah lain, satu hari menjelang Ramadhan ada dikenal sebuah tradisi bernama Balimau, yaitu sebuah prosesi mandi bersama di sungai, campur-aduk antara laki-laki dan perempuan, konon dalam rangka mensucikan diri menyambut datangnya bulan Ramadhan. Ini di Jawa disebut megengan atau padusan (hari pemandian). Kabarnya di Klaten Jawa Tengah ada tempat berkumpulnya orang-orang lelaki dan perempuan, di sebuah umbul (mata air) Cokro Tulung. Tradisi itu juga tidak ada tuntunannya dalam Islam.



Jenis-jenis Mandi

Mandi atau membersihkan badan itu ada yang wajib yakni untuk menghilangi hadats besar, dan ada yang sunnah. Jenis-jenisnya sebagai berikut:

( أَمَّا أَنْوَاعُ الْغُسْلِ فَتِسْعَةٌ ) ثَلَاثَةٌ مِنْهَا فَرِيضَةٌ وَهِيَ الْغُسْلُ مِنْ الْجَنَابَةِ وَالْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ , وَوَاحِدٌ وَاجِبٌ وَهُوَ غُسْلُ الْمَوْتَى كَذَا فِي مُحِيطِ السَّرَخْسِيِّ .

الْكَافِرُ إذَا أَجْنَبَ ثُمَّ أَسْلَمَ يَجِبُ عَلَيْهِ الْغُسْلُ فِي ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ , وَلَوْ انْقَطَعَ دَمُ الْكَافِرَةِ ثُمَّ أَسْلَمَتْ لَا غُسْلَ عَلَيْهَا .

الصَّبِيَّةُ إذَا بَلَغَتْ بِالْحَيْضِ فَعَلَيْهَا الْغُسْلُ بَعْدَ الِانْقِطَاعِ وَفِي الصَّبِيِّ إذَا بَلَغَ بِالِاحْتِلَامِ الْأَصَحُّ وُجُوبُ الْغُسْلِ . كَذَا فِي الزَّاهِدِيِّ وَالْأَحْوَطُ وُجُوبُ الْغُسْلِ فِي الْفُصُولِ كُلِّهَا . كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .

وَأَرْبَعَةٌ سُنَّةٌ وَهِيَ غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَيَوْمِ الْعِيدَيْنِ وَيَوْمِ عَرَفَةَ وَعِنْدَ الْإِحْرَامِ , وَوَاحِدٌ مُسْتَحَبٌّ وَهُوَ غُسْلُ الْكَافِرِ إذَا أَسْلَمَ وَلَمْ يَكُنْ جُنُبًا . كَذَا فِي مُحِيطِ السَّرَخْسِيِّ .

Macam-macam mandi itu ada sembilan. Yang tiga fardhu yaitu mandi dari janabat (hadats besar, bersetubuh, atau keluar mani), haidh, dan nifas. Yang satu wajib yaitu mandinya mayit. Demikian dalam Kitab Muhith As-Sarakhsiyyi.

Orang kafir ketika sedang junub kemudian masuk Islam maka dia wajib mandi, menurut lahiriyah riwayat. Seandainya wanita kafir berhenti darah haidhnya atau nifasnya lalu masuk Islam maka tidak wajib mandi.

Gadis apabila baligh dengan haidh maka dia wajib mandi setelah terputusnya darah haidh. Jejaka apabila baligh dengan mimpi (keluar mani) maka yang lebih shahih adalah wajib mandi. Yang lebih hati-hati adalah semua rincian itu tadi wajib mandi. Demikian dalam fatwa Qadhi Khan.

Empat macam yang mandi sunnah, yaitu mandi hari Jum’at, hari raya, hari ‘arafah, dan ketika ihram. Dan satu yang mustahab (disukai) yaitu mandinya orang kafir ketika masuk Islam dan dia dalam keadaan tidak junub. Demikian dalam Kitab Muhith As-Sarakhsiyyi. (Al-Fatawa Al-Hindiyah, Lajnah Ulama, juz 1.)

Dari sembilan macam mandi itu ternyata tidak ada mandi untuk menyambut Ramadhan. apalagi dengan diadakan secara beramai-ramai, campur aduk laki-laki dan perempuan, maka sudah merupakan maksiat. Berbeda dengan kalau mandi biasa uantuk menyucikan badan, tidak pakai dikait-kaitkan dengan waktu ataupun tempat yang tidak ada ajarannya, maka kembali kepada hukum asal, yaitu Allah menyukai orang yang membersihkan diri.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ(222)

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Qs Al-Baqarah: 222).

Di daerah lain ada tradisi berbeda dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, yaitu tradisi memukul bedug atau kentongan bertalu-talu selepas shalat Ashar, dalam rangka menandai mulai berakhirnya bulan Sya’ban sekaligus menyambut masuknya bulan Ramadhan. Apa hubungan itu semua dengan bulan Ramadhan? Tidak bisa dijelaskan secara logis apalagi syar’i.

Dikirim ulang oleh Anwar Baru Belajar dari tulisan Akhi Abu Muhammad Herman