Minggu, 13 Maret 2011

Hukum Menipiskan Alis, Memanjangkan Kuku, dan Pakai Cutek


Hukum Menipiskan Alis, Memanjangkan Kuku, dan Pakai Cutek

Oleh Syaikh Ibnu Baz


Pertanyaan:

1) Bagaimanakah hukum menipiskan bulu alis yang tumbuh lebat?



2) Bagaimanakah hukum memanjangkan kuku serta meletakkan cutek di atasnya? Saya biasanya berwudhu dulu sebelum memakai cutek dan membiarkan selama 24 jam sebelum akhirnya saya hapuskan.

3) Bolehkah bagi seorang wanita muslimah memakai pakaian yang menutupi tubuhnya, tanpa memakai kain penutup muka (cadar) ketika keluar rumah (bepergian)?

Jawaban:

1) Tidak diperbolehkan mencabut (mencukur) bulu alis dan tidak juga menipiskannya, berdasarkan keterangan yang ditegaskan oleh Nabi , bahwa beliau melaknat wanita yang menghilangkan dan yang dihilangkan bulu alisnya. Para ulama telah menjelaskan bahwa mencabut bulu alis termasuk menghilangkannya.

2) Memanjangkan kuku termasuk perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan as-Sunnah, di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda;

اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ اَلْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيْمُ اْلأَظَافِرِ وَنَتْفُ اْلإِبْطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

“Hal yang fitrah itu ada lima atau lima hal merupakan fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis.” (HR. Al-Bukhari, bab pakaian (5889); Muslim, bab bersuci (257))

Kuku tidak boleh dibiarkan panjang hingga 40 (empat puluh) hari. Hal itu berdasarkan keterangan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu , seraya berkata;

“Telah ditentukan bagi kita (kaum muslimin) batas waktu mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur rambut kemaluan, bahwa tidak boleh membiarkannya lebih dari 40 (empat puluh) malam.” (HR. Muslim, bab bersuci (258)). Memanjangkan kuku dikategorikan menyerupai binatang dan sebagai orang kafir.

Adapun berkenaan dengan cutek, maka meninggalkannya lebih utama, dan wajib menghilangkannya ketika wudhu, karena ia menghalangi sampainya air pada kuku.

3) Wajib bagi seorang wanita muslimah memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya dari laki-laki lain (bukan mahramnya) ketika di dalam maupun di luar rumah. Hal tersebut berdasarkan firman Allah;

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Al-Ahzab: 53)

Ayat al-Qur’an ini mencakup muka dan anggota tubuh lainnya. Karena muka menjadi simbol kecantikan seorang wanita dan yang paling banyak hiasannya, sehingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman;

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perem-puanmu dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)

Ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan tentang wajibnya memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya bagi seorang wanita muslimah, baik ketika berada di dalam maupun di luar rumah di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, baik kaum laki-laki yang muslim maupun yang kafir. Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita pun yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan RasulNya serta hari akhir menganggap sepele perintah tersebut, karena menyepelekannya merupakan perbuatan maksiat terhadap Allah dan RasulNya. Juga memperlihatkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan kaum laki-laki selain yang dise-butkan di dalam al-Qur’an niscaya akan menimbulkan fitnah baik ketika berada di dalam maupun di luar rumah.

Rujukan:

Fatawa al-Mar’ah, hal. 86. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Ditulis ulang oleh Anwar Baru Belajar.