Kamis, 29 Juli 2010

Fiqh Puasa Ramadhan

Amalan -Amalan Yang Berhubungan Dengan Puasa

1. Niat

Jika telah masuk bulan Ramadhan, wajib atas setiap muslim untuk berniat puasa pada malam harinya karena Rasulullah bersabda,

Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tiada baginya puasa itu. (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan al-Baihaqy dari Hafshah binti Umar).


Dan niat tempatnya di dalam hati sedang melafalkannya itu termasuk kebid'ahan. Dan berniat puasa pada malam hari khusus untuk puasa wajib saja.

Menurut Imam Syafi'i, niat adalah pekerjaan hati bukan pekerjaan lisan. Berikut pengertian niat dalam kitab Fiqh Empat Mazhab (Al Fiqh Ala Madzahibil Arba'ah) :

"Maka yang dimaksud dengan niat adalah tekad yang kuat di dalam hati ketika mengerjakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah semata, atau niat adalah kehendak yang kuat, yang sekiranya seseorang mencukupkan niat (berpuasa) dengan lisan saja tanpa meniatkan (memaksudkannya) dalam hati, maka sesungguhnya dia belum disebut sebagai orang yang berpuasa". [Kitab Al Fiqh Ala Madzahibil Arba'ah halaman. 183, oleh Syaikh Abdurrahman Al Jazairy]

2. Waktu Puasa

Adapun waktu puasa dimulai dari terbit fajar subuh sampai terbenam matahari dengan dalil firman Allah,

Dan makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian putihnya siang dan hitamnya malam dari fajar.(Al-Baqarah, 2:186).

Dan perlu diketahui bahwa Rasulullah telah menjelaskan bahwa fajar ada dua:

a. Fajar kazib (fajar awal). dalam waktu ini belum boleh dilakukan solat subuh dan dibolehkan untuk makan dan minum bagi yang berpuasa.

b. Fazar shodiq (fajar yang kedua/subuh) sebagaimana hadits Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda,

Fajar itu ada dua. Adapun yang pertama, maka dibolehkan makan dan tidak boleh melakukan sholat, sedang yang kedua, maka diharamkam makan dan dibolehkan solat. (Riwayat Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, ad-Daruqutny, dan al-Baihaqy dengan sanad yang sahih)

Untuk mengenal keduanya dapat dilihat dari bentuknya. Fajar yang pertama, bentuknya putih memanjang vertikal seperti ekor serigala. Sedangkan fajar yang kedua, berwarna merah menyebar horisontal (melintang) di atas lembah-lembah dan gunung-gunung dan merata di jalanan dan rumah-rumah, dan jenis ini yang ada hubungannya dengan puasa.

Jika tanda-tanda tersebut telah tampak, maka hentikanlah makan dan minum serta bersetubuh. Sedangkan adat yang ada dan berkembang saat ini – yang dikenal dengan nama imsak – merupakan satu kebidahan yang seharusnya ditinggalkan. Dalam hal ini, al-Hafizh Ibnu Hajar – seorang ulama besar dan ahli hadits yang bermazhab Syafi'i yang meninggal tahun 852 H – berkata dalam kitabnya yang terkenal Fath al-Bary Syarh al-Jami' ash-Shohih (4/199), Termasuk kebidahan yang mungkar adalah apa yang terjadi pada masa ini, yaitu mengadakan azan yang kedua kira-kira sepertiga jam sebelum fajar dalam bulan Ramadhan dan mematikan lentera-lentera sebagai alamat untuk menghentikan makan dan minum bagi yang ingin berpuasa, dengan persangkaan bahwa apa yang mereka perbuat itu demi kehati-hatian dalam beribadah. Hal seperti itu tidak diketahui, kecuali dari segelintir orang saja. Hal tersebut membawa mereka untuk tidak azan, kecuali setelah terbenam beberapa waktu (lamanya) untuk memastikan (masuknya) waktu-menurut persangkaan mereka- lalu mengakhirkan buka puasa dan mempercepat sahur. Maka mereka telah menyelisihi sunnah Rasulullah. Oleh karena itu, sedikit sekali kebaikan mereka dan lebih banyak kejelekan pada diri mereka.

Setelah jelas waktu fajar, maka kita menyempurnakan puasa sampai terbenam matahari lalu berbuka sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar bahwa Rasulullah bersabda,

Jika telah datang waktu malam dari arah sini dan pergi waktu siang dari arah sini serta telah terbenam matahari, maka orang yang berpuasa telah berbuka. (Riwayat al-Bukhariy dan Muslim)

Waktu berbuka tersebut dapat dilihat dengan datangnya awal kegelapan dari arah timur setelah hilangnya bulatan matahari secara langsung. Semua itu dapat dilihat dengan mata telanjang tidak memerlukan alat teropong untuk mengetahuinya.

3. Sahur

Hikmahnya

Setelah mewajibkan berpuasa dengan waktu dan hukum yang sama dengan yang berlaku bagi orang-orang sebelum mereka, maka Allah mensyariatkan sahur atas kaum muslimin dalam rangka membedakan puasa mereka dengan puasa orang-orang sebelum mereka, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah dalam hadits Abu Sa'id al-Khudriy:

Yang membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur. (Riwayat Muslim).

Keutamaan sahur antara lain:

1. Sahur adalah berkah sebagaimana sabda Rasulullah:

Sesungguhnya dia adalah berkah yang diberikan Allah kepada kalian, maka jangan kalian meninggalkannya. (Riwayat an-Nasai dan Ahmad dengan sanad yang sahih)..Sahur sebagai suatu berkah dapat dilihat dengan jelas karena sahur itu mengikuti sunnah dan menguatkan orang yang berpuasa serta menambah semangat untuk menambah puasa dan juga mengandung nilai menyelisihi ahli kitab.

2. Salawat dari Allah dan malaikat bagi orang yang bersahur, sebagaimana yang ada dalam hadits Abu Sa'id al-Khudry bahwa Rasulullah bersabda,

Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walaupun salah seorang dari kalian hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan para malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur. (Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad).

Sunnah Mengakhirkannya

Disunnahkan memperlambat sahur sampai mendekati subuh (fajar) sebagaimana yang dilakukan Rasulullah di dalam hadits Ibnu Abbas dari Zaid bin Tsabit, beliau berkata,

Kami bersahur bersama Rasulullah , kemudian beliau pergi untuk solat. Aku (Ibnu Abbas) bertanya, Berapa lama antara azan dan sahur? Beliau menjawab, Sekitar 50 ayat. (Riwayat al-Bukhariy dan Muslim).

Hukumnya

Sahur merupakan sunnah yang muakkad dengan dalil:

a. Perintah dari Rasulullah untuk itu sebagaimana hadits yang terdahulu dan juga sabda beliau :

Bersahurlah karena dalam sahur terdapat berkah. (Riwayat al-Bukhariy dan Muslim).

b. Larangan beliau dari meninggalkannya sebagaimana hadits Abu Sa'id yang terdahulu. Oleh karena itu, al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bary (3/139) menukilkan ijmak atas kesunahannya.

c. Sebaik-baik makanan sahur bagi seorang mukmin adalah kurma (Hadits Hasan, HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Baihaqi)

4. Perkara-Perkara yang Membatalkan Puasa

Di dalam puasa ada perkara-perkara yang merusaknya, yang harus dijauhi oleh seorang yang berpuasa pada siang harinya. Perkara-perkara tersebut adalah:

a. Makan dan minum dengan sengaja sebagaimana yang difirmankan Allah :

Dan makanlah dan minumlah kalian sampai jelas baggi kalian benang putih siang dari benang hitam malam dari fajar. (Al-Baqarah, 2:186).

b. Sengaja untuk muntah ( muntah dengan sengaja).

c. Haid dan nifas.

d. Injeksi yang berisi makanan (infus).

e. Bersetubuh.

Kemudian ada perkara-perkara lain yang harus ditinggalkan oleh seorang yang berpuasa, yaitu:

1. Berkata bohong sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,

Barangsiapa yang tidak meninggalkan berkata bohong dan beramal dengannya, maka Allah tidak butuh dengan usahanya meninggalkan makan dan minum. (Riwayat al-Bukhariy).

2. Berbuat kesia-siaan dan kejahatan (kejelekan) sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,

Bukanlah puasa itu (menahan diri) dari makan dan minum. Puasa itu hanyalah (menahan diri) dari kesia-siaan dan kejelekan, maka kalau seseorang mencacimu atau berbuat kejelekan kepadamu, maka katakanlah, 'Saya sedang puasa. Saya sedang puasa.' (Riwayat Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim).


5. Perkara-Perkara yang Dibolehkan

Ada beberapa perkara yang dianggap tidak boleh padahal dibolehkan, di antaranya:

a. Orang yang junub sampai datang waktu fajar sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah dan Ummu Salamah, keduanya berkata:

Sesungguhnya Nabi mendapatkan fajar (subuh) dalam keadaan junub dari keluarganya kemudian mandi dan berpuasa. (Riwayat al-Bukhariy dan Muslim).

b. Bersiwak.

c. Berkumur dan memasukkan air ke hidung ketika bersuci.

d. Bersentuhan dan berciuman bagi orang yang berpuasa dan dimakruhkan bagi orang-orang yang berusia muda.

e. Injeksi yang bukan berupa makanan.

f. Berbekam.

g. Mencicipi makanan selama tidak masuk ke tenggorokan.

h. Memakai penghitam mata (celak) dan tetes mata.

i. Menyiram kepala dengan air dingin dan mandi.


6. Orang-Orang yang Dibolehkan Tidak Berpuasa

Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang mudah. Oleh karena itu, ia memberikan kemudahan dalam puasa ini kepada orang-orang tertentu yang tidak mampu atau sangat sulit untuk berpuasa. Mereka itu adalah sebagai berikut:

1. Musafir (orang yang sedang dalam perjalanan/bepergian ke luar kota).

2. Orang yang sakit.

3. Wanita yang sedang haid atau nifas.

4. Orang yang sudah tua dan wanita yang sudah tua dan lemah.

5. Wanita yang hamil atau menyusui.


7. Berbuka Puasa

Waktu berbuka

Berbuka puasa dilakukan pada waktu terbenam matahari dan telah lalu penjelasannya pada pembahasan waktu puasa.

Mempercepat Buka Puasa

Termasuk dalam sunnah puasa adalah mempercepat waktu berbuka dalam rangka mengikuti contoh Rasulullah e dan para sahabatnya sebagaimana yang dikatakan oleh Amr bin Maimun al-Audy bahwa sahabat-sahabat Muhammad saw adalah orang-orang yang paling cepat berbuka dan paling lambat sahurnya. (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam al-Musannaf nomor 7591 dengan sanad yang disahihkan Ibnu Hajar dalam Fath al-Bary 4/199).

Adapun manfaatnya adalah:

1. Mendapatkan kebaikan sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Sahl bin Saà d bahwa Rasulullah bersabda,

Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasanya. (Riwayat al-Bukhariy dan Muslim).

2. Merupakan sunnah Nabi .

3. Dalam rangka menyelisihi ahli kitab sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,

Agama ini akan senantiasa menang selama manusia (kaum muslimin) mempercepat buka puasanya karena orang-orang Yahudi dan Kristen (Nashrani) mengakhirkannya. (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban dengan sanad hasan).

Buka puasa dilakukan sebelum solat maghrib karena itu merupakan akhlak para nabi. Sedangkan Rasulullah memotivasi kita untuk berbuka dengan kurma dan kalau tidak ada kurma, maka memakai air. Ini merupakan kesempurnaan kasih sayang dan perhatian beliau terhadap umatnya.


Makanan yang utama dalam berbuka,

Adalah Nabi beliau berbuka sebelum sholat dengan kurma basah dan apabila tidak menjumpainya, maka beliau berbuka dengan kurma kering, dan apabila tidak ada kurma kering, maka beliau meminum air (Hadits Hasan, HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Adapun do'a ketika berbuka puasa adalah;

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)” (HR. Abu Daud no.2357, Ad Daruquthni 2/401, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232)

Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan lafazh berikut:

اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين

adalah hadits palsu, atau dengan kata lain, ini bukanlah hadits. Tidak terdapat di kitab hadits manapun. Sehingga kita tidak boleh meyakini doa ini sebagai hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Entah siapa orang yang membuat doa ini.

Oleh karena itu, doa dengan lafazh ini dihukumi sama seperti ucapan orang biasa seperti saya dan anda. Sama kedudukannya seperti kita berdoa dengan kata-kata sendiri. Sehingga doa ini tidak boleh dipopulerkan apalagi dipatenkan sebagai doa berbuka puasa.



8. Adab Orang yang Berpuasa.

Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk beradab dengan adab-adab yang syari, di antaranya:

1. Memperlambat sahur.

2. Mempercepat berbuka puasa.

3. Berdoa ketika berpuasa dan ketika berbuka .

4. Menahan diri dari perkara-perkara yang merusak puasa.

5. Bersiwak.

6. Berderma dan tadarus Alquran.

7. Bersungguh-sungguh dalam beribadah khususnya pada sepuluh hari terakhir.



Demikianlah catatan seputar puasa Ramadhan ini dibuat. Mudah-mudahan dapat berguna bagi saya khususnya dan bagi kaum muslimin umumnya.

___________________________________________

Anwar Baru Belajar,
disunting dari Tulisan Alief Syafi'i Abrar

Rujukan:
1. Shifat shaum Nabi Oleh Salim Al Hilaly dan Ali Hasan
2. Fatawa Romadhon
3. Zaadul Ma'ad oleh Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah